PENILAIAN
OTENTIK
1. Pengertian dan Konsep Penilaian Otentik (authentic
assessment)
Penilaian autentik
merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari
masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi
ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan
peserta didik, serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan
penilaian ketiga komponen (input – proses – output) tersebut akan menggambarkan
kapasitas, gaya, dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan
dampak instruksional (instructional effects) dan dampak pengiring (nurturant
effects) dari pembelajaran.
Penilaian autentik
sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas
dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran, seperti
meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisis oral
terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan
sebagainya. Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan
ilmiah (scientific approach) , karena penilaian semacam ini mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menanya, menalar, mencoba, dan membangun jejaring.
Penilaian autentik
cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan
peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka yang meliputi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Karenanya, penilaian autentik sangat relevan
dengan pendekatan saintifik dalam pembelajaran di SMA.
Penilaian autentik
merupakan pendekatan dan instrumen penilaian yang memberikan kesempatan luas
kepada peserta didik untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
sudah dimilikinya dalam bentuk tugas-tugas: membaca dan meringkasnya,
eksperimen, mengamati, survei, projek, makalah, membuat multi media, membuat karangan,
dan diskusi kelas. Jenis penilaian autentik antara lain penilaian kinerja,
penilaian portofolio, dan penilaian projek, termasuk penilaian diri peserta
didik.
Penilaian autentik adakalanya disebut
penilaian responsif, suatu metode untuk menilai proses dan hasil belajar
peserta didik yang memiliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami
kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.
Penilaian autentik dapat diterapkan dalam
berbagai bidang ilmu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan
orientasi utamanya pada proses dan hasil pembelajaran. Hasil penilaian autentik dapat digunakan oleh pendidik untuk
merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan
konseling. Selain itu, hasil penilaian autentik dapat digunakan sebagai bahan
untuk memperbaiki proses pembelajaran yang memenuhi Standar Penilaian
Pendidikan
Penilaian otentik (Authentic
Assessment) adalah pengukuran yang bermakna secara
signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan,
dan pengetahuan.Istilah Assessment merupakan sinonim dari penilaian,
pengukuran, pengujian, atau evaluasi. Sedangkan istilah otentik merupakan
sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel.
ecara konseptual
penilaian otentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan
dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun.Ketika menerapkan
penilaian otentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik,
pendidik menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan,
aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar pembelajaran.
Penilaian otentik
memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai
dengan tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian tersebut mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian otentik
cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta
didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik.
Penilaian otentik
merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki peserta didik untuk menunjukkan
kinerja di dunia nyata secara bermakna, yang merupakan penerapan esensi pengetahuan
dan keterampilan. Penilaian otentik juga menekankan kemampuan peserta didik
untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna.
Kegiatan penilaian tidak sekedar menanyakan atau menyadap pengetahuan,
melainkan kinerja secara nyata dari pengetahuan yang telah dikuasai sehingga
penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk
menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output)
pembelajaran.
Penilaian otentik
bertujuan untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai konteks yang
mencerminkan situasi di dunia nyata di mana keterampilan-keterampilan tersebut
digunakan. Misalnya, penugasan kepada peserta didik untuk menulis topik-topik
tertentu sebagaimana halnya di kehidupan nyata, dan berpartisipasi konkret
dalam diskusi atau bedah buku, menulis untuk jurnal, surat, atau mengedit
tulisan sampai siap cetak. Jadi, penilaian model ini menekankan pada pengukuran
kinerja, doing something, melakukan sesuatu yang merupakan penerapan
dari ilmu pengetahuan yang telah dikuasai secara teoretis.
Penilaian otentik
lebih menuntut pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan
strategi dengan mengkreasikan jawaban atau produk. Peserta didik tidak sekedar
diminta merespon jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut
untuk mampu mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang dilatarbelakangi oleh
pengetahuan teoretis.
Penilaian otentik
dalam implementasi kurikulum 2013 mengacu kepada standar penilaian yang terdiri
dari:
1.
Penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman
sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal
2. Pengetahuan melalui
tes tulis, tes, lisan, dan penugasan.
3. Keterampilan melalui penilaian
kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian
portofolio
2. Manfaat Penilaian Otentik
1. Penggunaan
penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung
terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang
dibelajarkan. Penilaian yang hanya mengukur capaian pengetahuan yang telah
dikuasai pembelajar hanya bersifat tidak langsung. Tetapi, penilaian autentik
menuntut pembelajar untuk berunjuk kerja dalam situasi yang konkret dan
sekaligus bermakna yang secara otomatis juga mencerminkan penguasaan dan
keterampilan keilmuannnya. Unjuk kerja tersebut bersifat langsung, langsung
terkait dengan konteks situasi dunia nyata dan tampilannya juga dapat diamati
langsung. Hal itu lebih mencerminkan tingkat capaian pada bidang yang
dipelajari. Misalnya, dalam belajar berbicara bahasa target, pembelajar tidak
hanya berlatih mengucapkan lafal, memilih kata, dan menyusun kalimat, melainkan
juga mempratikkannya dalam situasi konkret dan dengan topic aktual-realistik
sehingga menjadi lebih bermakna.
2. Penilaian
autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil
belajarnya. Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa
yang telah dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan
mengingat saja yang kurang bermakna. Dengan penilaian autentik pembelajar
diminta untuk mengkonstruksikan apa yang telah diperoleh ketika mereka
dihadapkan pada situasi konkret. Dengan cara ini pembelajar akan menyeleksi dan
menyusun jawaban berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan analisis situasi
yang dilakukan agar jawabannya relevan dan bermakna.
3. Penilaian autentik memungkinkan
terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian menjadi satu
paket kegiatan yang terpadu. Dalam pembelajaran tradisional, juga model
penilaian tradisional, antara kegiatan pengajaran dan penilaian merupakan
sesuatu yang terpisah, atau sengaja dipisahkan. Namun, tidak demikian halnya
dengan model penilaian autentik. Ketiga hal tersebut, yaitu aktivitas guru
membelajarkan, siswa belajar, dan guru menilai capaian hasil belajar
pembelajar, merupakan satu rangkaian yang memang sengaja didesain demikian.
Ketika guru membelajarkan suatu topik dan pembelajar aktif mempelajari,
penilaiannya bukan semata berupa tagihan terhadap penguasaan topik itu,
melainkan pembelajar juga diminta untuk berunjuk kerja mempraktikkannya dalam
sebuah situasi konkret yang sengaja diciptakan.
4. Penilaian autentik memberi
kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk kerjanya,
dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini memungkinkan
pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya paling
efektif. Hal itu berbeda dengan penilaian tradisional, misalnya bentuk tes
pilihan ganda, yang hanya memberi satu cara untuk menjawab dan tidak menawarkan
kemungkinan lain yang dapat dipilih. Jawaban pembelajar dengan model ini memang
seragam, dan itu memudahkan kita mengolahnya, tetapi itu menutup kreativitas
pembelajar untuk mengkreasikan jawaban atau kinerjanya. Padahal, unsur
kreativitas atau kemampuan berkreasi merupakan hal esensial yang harus
diusahakan ketercapaiannya dalam tujuan pembelajaran.
3. Ciri Penilaian Otentik
1.
Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu.
2.
Mencerminkan masalh dunia nyata bukan hanya dunia
sekolah.
3.
Menggunakan berbagai cara dan criteria.
4.
Holistik (kompetensi utuh merefleksikan sikap,
ketrampilan, dan pengetahuan.
4. Karakteristik Penilaian Otentik
Menurut Santosa
(2004) beberapa karakteristik penilaian otentik adalah sebagai berikut
1. Penilaian
merupakan bagian dari proses pembelajaran.
2. Menilaian
mencerminkan hasil proses belajar pada kehidupan nyata.
3. Menggunakan
bermacam-macam instrumen, pengukuran, dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman
belajar.
4. Penilaian
harus bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran.
Di sisi lain, Nurhadi
(2004:173) mengemukakan terdapat beberapa karakteristik penilaian otentik sebagai
berikut.
1. Melibatkan
pengalaman nyata (involves real-world experience).
2. Dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
3. Mencakup
penilaian pribadi (self assesment) dan refleksi.
4. Hal
yang diukur adalah keterampilan dan performansi bukan sekedar mengingat fakta.
5. Bentuk
penilaian yang berkesinambungan.
6. Sistem
penilaian yang terintegrasi.
7. Dapat
digunakan sebagai umpan balik terhadap guru.
8. Kriteria
keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas.
5. Tujuan & Prinsip-Prinsip
Penilaian Otentik
Santoso (2004)
mengungkapkan beberapa tujuan penilaian otentik sebagai berikut.
1.
Menilai kemampuan individu melalui tugas tertentu.
2.
Menentukan kebutuhan pembelajaran.
3.
Membantu dan mendorong siswa.
4.
Membantu dan mendorong guru mengajar yang lebih baik.
5.
Menentukan strategi pembelajaran.
6.
Akuntabilitas lembaga.
7.
Meningkatkan kualitas pendidikan.
Lebih jauh, Santoso (2004) mengungkapkan beberapa
prinsip penilaian otentik sebagai berikut.
1. Keeping
track, yaitu harus mampu menelusuri dan melacak kemajuan siswa sesuai dengan rencana pembelajaran
yang telah ditetapkan.
2. Checking
up, yaitu harus mampu mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam proses
pembelajaran.
3. Finding
out, yaitu penilaian harus mampu mencari dan menemukan serta mendeteksi kesalahan-kesalahan
yang menyebabkan terjadinya kelemahan dalam proses pembelajaran.
4.
Summing up, yaitu penilaian harus mampu menyimpulkan
apakah peserta didik telah mencapai kompetensi
yang ditetapkan atau belum.
6. Cakupan Penilaian Otentik
Terdapat
tiga aspek dinilai dalam penilaian otentik, yaitu kognitif (kepandaian),
afektif (sikap), dan psikomotorik. Griffin dan Peter (1991:52-61) mengatakan
bahwa setiap aspek yang dinilai memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan
membutuhkan bentuk penilaian yang berbeda seperti penjelasan di bawah ini.
1. Kognitif
Aspek
ini berhubungan dengan pengetahuan individual (kepandaian/pemahaman) yang
ditunjukkan dengan siswa memperoleh hasil dari pembelajaran yang telah
dilakukan. Bentuk penilaian kognitif ini secara eksplisit maupun implisit harus
merepresentasikan tujuan pencapaian pembelajaran. Biasanya tes yang
dilaksanakan oleh guru dapat berupa ujian untuk mengetahui pemahaman terhadap
materi.
2.
Afektif
Alport
(dalam Griffin dan Peter, 1991:56) menyatakan bahwa afektif merupakan bentuk
integrasi dari beberapa karakter, yaitu: prediksi respon baik dan tidak baik,
sikap dibentuk oleh pengalaman, dan tercermin dalam kegiatan sehari-hari.
Karakteristik sikap yang dinilai merupakan bentuk perasaan individual dan
emosional siswa. Dalam melakukan penilaian ini guru harus cermat dan hati-hati
karena skala sikap biasanya sulit ditentukan secara objektif. Komponen
penilaian sikap pada siswa meliputi emosi, konsistensi, target/tujuan, dan
ketertarikan/minat. Indikator yang dapat digunakan pada skala sikap misalnya
baik-tidak baik, indikator pada minat misalnya tertarik-tidak tertarik dan
sebagainya. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan teknik skala, metode observasi,
dan respon psikologi.
3. Psikomotorik
Perkembangan
psikomotorik juga merupakan bagian dai ranah evaluasi yang harus diketahui oleh
guru. Penilaian psikomotorik merupakan bentuk pengukuran kemampuan fisik siswa
yang meliputi otot, kemampuan bergerak, memanipulasi objek, dan koordinasi otot
syaraf. Contoh penilaian ini misalnya pada kemampuan otot kecil (misal
mengetik) atau otot besar (misal melompat). Contoh yang termasuk aktivitas
motorik seperti pendidikan fisik, menulis tangan, membuat hasil karya kerajinan
dan lain-lain. Pengetahuan guru untuk mengenali kemampuan psikomotorik siswa
sangat penting karena psikomotorik merupakan bagian dari bentuk kecerdasan.
Siswa yang mampu mengetik secara cepat tidak hanya sekedar memiliki kemampuan
menggunakan perangkat computer secara efisien, tetapi di dalamnya juga
terintegrasi kemampuan untuk membaca dan mengeja. Tipe penilaian psikomotorik
yang digunakan harus mengacu pada tujuan, misalnya melalui pertanyaan di bawah
ini.
a.
Apakah siswa mampu melakukan tugas dengan baik?
b. Apakah
siswa dapat menunjukkan penampilan terbaiknya dalam tugas tersebut?
c.
Bagaimana penampilan seorang siswa jika dibandingkan
dengan siswa yang lain dalam kelas/bidang yang
sama?
Penilaian otentik memiliki relevansi kuat terhadap
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Karena, penilaian semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar
peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun
jejaring, dan lain-lain. Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas
kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan
kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik. Karenanya, penilaian
otentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran,
khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata
lain dari penilaian otentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian
proyek. penilaian otentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode
yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang
miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu,
memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.
Penilaian otentik sering dikontradiksikan dengan
penilaian yang menggunkan standar tes berbasis norma, pilihan ganda,
benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola
penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang
lzim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik. Asesmen autentik
dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta
didik. Dalam penilaian otentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting.
Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika
mereka tahu bagaimana akan dinilai.
Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan
mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang
lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang
lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan
dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh
dari luar sekolah.
Penilaian otentik mencoba menggabungkan kegiatan guru
mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik,
serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses
pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria
kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk
mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Penilaian otentik sering digambarkan sebagai penilaian
atas perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka
berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian otentik
harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah
atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan
pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan
perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi
materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan
remidial harus dilakukan.
Diantara beberapa
kelebihan penilaian otentik dalam penerapan kurikulum 2013 antara lain:
1. Penilaian
autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran
sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
2. Penilaian
tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan
lain-lain.
3. Penilaian
otentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual,
memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan
yang lebih autentik.
4. Penilaian
otentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran,
khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
5. Penilaian
otentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar tes
berbasis norma, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban
singkat.
6. Tentu
saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran,
karena memang lazim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik.
7. Penilaian
otentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama
dengan peserta didik.
8. Dalam
penilaian otentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya,
peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu
bagaimana akan dinilai.
9. Peserta
didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam
rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran
serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi.
10. Pada penilaian
otentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan,
kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
11. Penilaian otentik
mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi
dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar.
12. Karena
penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik
berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja.
13. Dalam beberapa kasus,
peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang
harus mereka lakukan.
14. Penilaian otentik
sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik, karena
berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar
tentang subjek.
15. Penilaian otentik
harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang
sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan
pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan
perolehan belajar, dan sebagainya.
16. Atas dasar itu, guru
dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula
kegiatan remedial harus dilakukan.
TERIMA KASIH KARENA BISA MENAMBAH WAWASAN UNTUK SAYA
BalasHapus