Kamis, 13 April 2017

PENILAIAN OTENTIK



PENILAIAN OTENTIK

1.   Pengertian dan Konsep Penilaian Otentik (authentic assessment)
Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik, serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen (input – proses – output) tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effects) dan dampak pengiring (nurturant effects) dari pembelajaran.
Penilaian autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisis oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya. Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah (scientific approach) , karena penilaian semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menanya, menalar, mencoba, dan membangun jejaring.
Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Karenanya, penilaian autentik sangat relevan dengan pendekatan saintifik dalam pembelajaran di SMA.
Penilaian autentik merupakan pendekatan dan instrumen penilaian yang memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sudah dimilikinya dalam bentuk tugas-tugas: membaca dan meringkasnya, eksperimen, mengamati, survei, projek, makalah, membuat multi media, membuat karangan, dan diskusi kelas. Jenis penilaian autentik antara lain penilaian kinerja, penilaian portofolio, dan penilaian projek, termasuk penilaian diri peserta didik.
 Penilaian autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang memiliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.
 Penilaian autentik dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses dan hasil pembelajaran. Hasil penilaian autentik dapat digunakan oleh pendidik untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian autentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang memenuhi Standar Penilaian Pendidikan
Penilaian otentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang     bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.Istilah Assessment merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi. Sedangkan istilah otentik merupakan sinonim dari  asli, nyata, valid, atau reliabel.
ecara konseptual penilaian otentik lebih bermakna secara signifikan  dibandingkan dengan  tes pilihan ganda terstandar sekali pun.Ketika menerapkan penilaian otentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, pendidik menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar pembelajaran.
Penilaian otentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian otentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik.
Penilaian otentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki peserta didik untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna, yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Penilaian otentik juga menekankan kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Kegiatan penilaian tidak sekedar menanyakan atau menyadap pengetahuan, melainkan kinerja secara nyata dari pengetahuan yang telah dikuasai sehingga penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran.
Penilaian otentik bertujuan untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata di mana keterampilan-keterampilan tersebut digunakan. Misalnya, penugasan kepada peserta didik untuk menulis topik-topik tertentu sebagaimana halnya di kehidupan nyata, dan berpartisipasi konkret dalam diskusi atau bedah buku, menulis untuk jurnal, surat, atau mengedit tulisan sampai siap cetak. Jadi, penilaian model ini menekankan pada pengukuran kinerja, doing something, melakukan sesuatu yang merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan yang telah dikuasai secara teoretis.
Penilaian otentik lebih menuntut pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan strategi dengan mengkreasikan jawaban atau produk. Peserta didik tidak sekedar diminta merespon jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut untuk mampu mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan teoretis.
Penilaian otentik dalam implementasi kurikulum 2013 mengacu kepada standar penilaian yang terdiri dari:
1.    Penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal
2.    Pengetahuan melalui tes tulis, tes, lisan, dan penugasan.
3.    Keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio

2.      Manfaat Penilaian Otentik

  1.  Penggunaan penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang dibelajarkan. Penilaian yang hanya mengukur capaian pengetahuan yang telah dikuasai pembelajar hanya bersifat tidak langsung. Tetapi, penilaian autentik menuntut pembelajar untuk berunjuk kerja dalam situasi yang konkret dan sekaligus bermakna yang secara otomatis juga mencerminkan penguasaan dan keterampilan keilmuannnya. Unjuk kerja tersebut bersifat langsung, langsung terkait dengan konteks situasi dunia nyata dan tampilannya juga dapat diamati langsung. Hal itu lebih mencerminkan tingkat capaian pada bidang yang dipelajari. Misalnya, dalam belajar berbicara bahasa target, pembelajar tidak hanya berlatih mengucapkan lafal, memilih kata, dan menyusun kalimat, melainkan juga mempratikkannya dalam situasi konkret dan dengan topic aktual-realistik sehingga menjadi lebih bermakna.
2.     Penilaian autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil belajarnya. Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa yang telah dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan mengingat saja yang kurang bermakna. Dengan penilaian autentik pembelajar diminta untuk mengkonstruksikan apa yang telah diperoleh ketika mereka dihadapkan pada situasi konkret. Dengan cara ini pembelajar akan menyeleksi dan menyusun jawaban berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan analisis situasi yang dilakukan agar jawabannya relevan dan bermakna.
3.   Penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Dalam pembelajaran tradisional, juga model penilaian tradisional, antara kegiatan pengajaran dan penilaian merupakan sesuatu yang terpisah, atau sengaja dipisahkan. Namun, tidak demikian halnya dengan model penilaian autentik. Ketiga hal tersebut, yaitu aktivitas guru membelajarkan, siswa belajar, dan guru menilai capaian hasil belajar pembelajar, merupakan satu rangkaian yang memang sengaja didesain demikian. Ketika guru membelajarkan suatu topik dan pembelajar aktif mempelajari, penilaiannya bukan semata berupa tagihan terhadap penguasaan topik itu, melainkan pembelajar juga diminta untuk berunjuk kerja mempraktikkannya dalam sebuah situasi konkret yang sengaja diciptakan.
 4.  Penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini memungkinkan pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya paling efektif. Hal itu berbeda dengan penilaian tradisional, misalnya bentuk tes pilihan ganda, yang hanya memberi satu cara untuk menjawab dan tidak menawarkan kemungkinan lain yang dapat dipilih. Jawaban pembelajar dengan model ini memang seragam, dan itu memudahkan kita mengolahnya, tetapi itu menutup kreativitas pembelajar untuk mengkreasikan jawaban atau kinerjanya. Padahal, unsur kreativitas atau kemampuan berkreasi merupakan hal esensial yang harus diusahakan ketercapaiannya dalam tujuan pembelajaran.

         3.   Ciri Penilaian Otentik
1.      Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu.
2.      Mencerminkan masalh dunia nyata bukan hanya dunia sekolah.
3.      Menggunakan berbagai cara dan criteria.
4.      Holistik (kompetensi utuh merefleksikan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.

    4. Karakteristik Penilaian Otentik
 Menurut Santosa (2004) beberapa karakteristik penilaian otentik adalah sebagai berikut
1.      Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran.
2.      Menilaian mencerminkan hasil proses belajar pada kehidupan nyata.
3.      Menggunakan bermacam-macam instrumen, pengukuran, dan metode yang sesuai dengan           karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
4.      Penilaian harus bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua aspek dari           tujuan   pembelajaran.
      Di sisi lain, Nurhadi (2004:173) mengemukakan terdapat beberapa karakteristik penilaian   otentik sebagai berikut.
1.      Melibatkan pengalaman nyata (involves real-world experience).
2.      Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
3.      Mencakup penilaian pribadi (self assesment) dan refleksi.
4.      Hal yang diukur adalah keterampilan dan performansi bukan sekedar mengingat fakta.
5.      Bentuk penilaian yang berkesinambungan.
6.      Sistem penilaian yang terintegrasi.
7.      Dapat digunakan sebagai umpan balik terhadap guru.
8.      Kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas.

          5.   Tujuan & Prinsip-Prinsip Penilaian Otentik
   Santoso (2004) mengungkapkan beberapa tujuan penilaian otentik sebagai berikut.
1.      Menilai kemampuan individu melalui tugas tertentu.
2.      Menentukan kebutuhan pembelajaran.
3.      Membantu dan mendorong siswa.
4.      Membantu dan mendorong guru mengajar yang lebih baik.
5.      Menentukan strategi pembelajaran.
6.      Akuntabilitas lembaga.
7.      Meningkatkan kualitas pendidikan.
Lebih jauh, Santoso (2004) mengungkapkan beberapa prinsip penilaian otentik sebagai berikut.
1.      Keeping track, yaitu harus mampu menelusuri dan melacak kemajuan siswa sesuai dengan   rencana pembelajaran yang telah ditetapkan.
2.      Checking up, yaitu harus mampu mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam  proses pembelajaran.
3.      Finding out, yaitu penilaian harus mampu mencari dan menemukan serta mendeteksi   kesalahan-kesalahan yang menyebabkan terjadinya kelemahan dalam proses pembelajaran.
   4.      Summing up, yaitu penilaian harus mampu menyimpulkan apakah peserta didik telah  mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.

           6.   Cakupan Penilaian Otentik
Terdapat tiga aspek dinilai dalam penilaian otentik, yaitu kognitif (kepandaian), afektif (sikap), dan psikomotorik. Griffin dan Peter (1991:52-61) mengatakan bahwa setiap aspek yang dinilai memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan membutuhkan bentuk penilaian yang berbeda seperti penjelasan di bawah ini.
1.   Kognitif
Aspek ini berhubungan dengan pengetahuan individual (kepandaian/pemahaman) yang ditunjukkan dengan siswa memperoleh hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan. Bentuk penilaian kognitif ini secara eksplisit maupun implisit harus merepresentasikan tujuan pencapaian pembelajaran. Biasanya tes yang dilaksanakan oleh guru dapat berupa ujian untuk mengetahui pemahaman terhadap materi.
2.   Afektif
Alport (dalam Griffin dan Peter, 1991:56) menyatakan bahwa afektif merupakan bentuk integrasi dari beberapa karakter, yaitu: prediksi respon baik dan tidak baik, sikap dibentuk oleh pengalaman, dan tercermin dalam kegiatan sehari-hari. Karakteristik sikap yang dinilai merupakan bentuk perasaan individual dan emosional siswa. Dalam melakukan penilaian ini guru harus cermat dan hati-hati karena skala sikap biasanya sulit ditentukan secara objektif. Komponen penilaian sikap pada siswa meliputi emosi, konsistensi, target/tujuan, dan ketertarikan/minat. Indikator yang dapat digunakan pada skala sikap misalnya baik-tidak baik, indikator pada minat misalnya tertarik-tidak tertarik dan sebagainya. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan teknik skala, metode observasi, dan respon psikologi.
               3.     Psikomotorik
Perkembangan psikomotorik juga merupakan bagian dai ranah evaluasi yang harus diketahui oleh guru. Penilaian psikomotorik merupakan bentuk pengukuran kemampuan fisik siswa yang meliputi otot, kemampuan bergerak, memanipulasi objek, dan koordinasi otot syaraf. Contoh penilaian ini misalnya pada kemampuan otot kecil (misal mengetik) atau otot besar (misal melompat). Contoh yang termasuk aktivitas motorik seperti pendidikan fisik, menulis tangan, membuat hasil karya kerajinan dan lain-lain. Pengetahuan guru untuk mengenali kemampuan psikomotorik siswa sangat penting karena psikomotorik merupakan bagian dari bentuk kecerdasan. Siswa yang mampu mengetik secara cepat tidak hanya sekedar memiliki kemampuan menggunakan perangkat computer secara efisien, tetapi di dalamnya juga terintegrasi kemampuan untuk membaca dan mengeja. Tipe penilaian psikomotorik yang digunakan harus mengacu pada tujuan, misalnya melalui pertanyaan di bawah ini.
a.       Apakah siswa mampu melakukan tugas dengan baik?
b.      Apakah siswa dapat menunjukkan penampilan terbaiknya dalam tugas tersebut?
c.       Bagaimana penampilan seorang siswa jika dibandingkan dengan siswa yang lain dalam  kelas/bidang yang sama?

Penilaian otentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, penilaian semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik. Karenanya, penilaian otentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata lain dari penilaian otentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek. penilaian otentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.
Penilaian otentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunkan standar tes berbasis norma, pilihan ganda, benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang lzim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam penilaian otentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.
Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah. 
Penilaian otentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Penilaian otentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian otentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remidial harus dilakukan.
Diantara beberapa kelebihan penilaian otentik dalam penerapan kurikulum 2013 antara lain:
1.      Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
2.      Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.
3.      Penilaian otentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik.
4.      Penilaian otentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
5.      Penilaian otentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis norma, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat.
6.      Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang lazim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik.
7.      Penilaian otentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik.
8.      Dalam penilaian otentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.
9.      Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi.
10.  Pada penilaian otentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
11.  Penilaian otentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar.
     12.  Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta  didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja.
13.   Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan    harapan   atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
14.  Penilaian otentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik,  karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek.
15.  Penilaian otentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa  yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya.
16.  Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan   untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.































1 komentar: