Sabtu, 15 April 2017

keterampilan proses sains



Perkembangan ilmu pengetahuan sains saat ini, menunjukkan bahwa ilmu sains memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Berkembangnya teknologi rekayasa baik pada aspek fisik maupun aspek biologi kehidupan, semakin mempertegas peran ilmu sains dalam meningkatkan kesejahteraan manusia, baik dalam bidang pangan dan kesehatan maupun dalam kebutuhan sandang. Seiring dengan tren kemajuan peradaban yang dicapai manusia dalam generasi ini, peran pendidikan di sekolah tak dapat disangkal. Oleh karena itu, penyelenggaran pendidikan harus dapat menjamin terjadinya kesesuaian dengan kebutuhan manusia dalam kehidupan di masa depan.

Menyiapkan anak untuk hidup di masa yang depan, harus dapat dibekali dengan modalitas belajar yang berdasar pada kemampuan berpikir. Menurut Blosser (1973), proses pembelajaran sains cenderung menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi dan menumbuhkan kemampuan berfikir. Pembentukan sikap ilmiah seperti ditunjukan oleh para ilmuawan sains dapat dikembangkan melalui keterampilan-keterampilan proses sains. Sehingga keterampilan proses sains, dapat digunakan sebagai pendekatan dalam pembelajaran.

Di samping sebagai sebuah pendekatan dalam pembelajaran sains, keterampilan proses merupakan skill yang harus dimiliki anak sebagai modal dasar memahami ilmu sains. Keterampilan proses memiliki kedudukan yang sangat penting dalam memahami pengetahuan sains. Dalam hal ini, terbentuknya pengetahuan dalam sains  dilakukan melalui proses yang ilmiah (metode ilmiah). Keterampilan yang mendasari premis yang mengatur metode ilmiah disebut sebagai keterampilan proses sains (Hill, 2003).

Menurut Trihastuti (2008), keterampilan proses sains yang dielaborasikan dalam pembelajaran sains dapat melibatkan berbagai keterampilan baik yang bersifat intelektual, manual maupun sosial. Dengan terbentuknya produk  pengetahuan melalui proses kerja ilmiah ini, maka terbentuklah sikap-sikap ilmiah. Sikap ilmiah ini penting untuk menjaga kemurnian pengetahuan dan kesinambungan dalam perkembangannya. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan proses sains pada siswa harus terus dilakukan melalui evaluasi dan penilaian yang berkesinambungan. 

Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Menurut Aunurrahman (2009), pembelajaran memiliki triangulasi dengan hubungan yang erat, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan evaluasi atau penilaian. Dari triangulasi ini, penilaian berperan dalam menyediakan data untuk menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran.  Dengan dasar tersebut, penulis melakukan kajian tentang penilaian keterampilan proses sains yang disajikan dalam tulisan berseri ini.

1. Pentingnya Penilaian Keterampilan Proses Sains
Salah satu komponen penting dalam sistem pembelajaran adalah penilaian atau evaluasi. Oleh karena itu, perangkat penilaian merupakan bagian integral yang dikembangkan berdasarkan tuntutan tujuan pendidikan. Menurut Arikunto (2009), penilaian dalam pendidikan merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan ketercapaian tujuan pendidikan, bahkan aktivitas penilaian dapat pula digunakan untuk mengambil keputusan. Penilaian dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang kemajuan atau pencapaian kompetensi siswa.

Dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan oleh guru untuk mengukur perkembangan hasil belajar siswa sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Selain itu, penilaian juga dilakukan untuk mendiagnosis kesulitan belajar dan memberikan umpan balik kepada siswa. Dengan demikian, penilaian dilakukan secara terus menerus guna memastikan terjadinya kemajuan dalam belajar siswa. Hasil penilaian yang diperoleh, dapat dijadikan sebagai dasar menentukan keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran. Dalam hal ini upaya bimbingan terhadap siswa, yang diperlukan untuk memperbaiki hasil pembelajaran.

Sains dan mengajarkan siswa tentang sains memiliki arti lebih dari pada pengetahuan ilmiah itu sendiriknowledge.. Menurut Rezba (1999), hThere are three dimensionsal ini disebabkan karena iof science that are all importalmu pengetahuan dikonstruksi atas tiga dimensi penting.
  •   The first Pertamaof these is the content of science, the basic adalah konten atau isi dari ilmu pengetahuan, konsep dasarconcepts, and our scientific knowledge., dan pengetahuan ilmiah. Dimensi ini merupakan dimensi ilmu pengetahuan yang sangat penting dan umumnya menjadi bahan pemikiran pertama.
  •  Kedua adalah The other two important dimensions of sciencprosesof doing science and scientific attitudes. kerja sains, di mana proses sains dalam hal ini adalah keterampilan proses sains yang digunakan para ilmuan dalam proses melakukan sains atau kerja ilmiah. Ketika siswa belajar sains menggunakan pendekatan keterampilan proses sains, maka pada saat yang sama juga belajar tentang keterampilan proses sains. 
  • Dimensi ketiga ilmu pengetahuan adalah sikap ilmiah. Dimensi ini fokus pada sikap dan “watak” yang menjadi karakter dari sains. Dimensi ini mencakup hal-hal seperti rasa keingintahuan dan kemampuan imajinasi, antusiasme dalam mengajukan pertanyaan dan menyelesaikan masalah. Selain itu, sikap ilmiah yang diperlukan adalah penghargaan terhadap metode dan nilai-nilai ilmiah. Metode ilmiah dan nilai ilmiah tersebut diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan menggunakan berbagai macam fakta atau bukti, serta ketelitian dalam menemukan data. Lebih dari itu, sikap ilmiah yang penting adalah bahwasanya pengetahuan dan teori ilmiah berubah setiap saat berdasarkan perkembangan informasi. Dalam hal ini, siswa menyikapi kebenaran dalam ilmu pengetahuan sebagai kebenaran yang bersifat sementara atau tentatif.

Dalam sifat ketentativan ilmu pengetahuan, guru tidaklah mungkin dapat mengajarkan semua konten dalam ilmu pengetahuan. Siswa dalam keterbatasannya pun tidak mungkin dapat mengetahui semua fakta-fakta yang telah ditemukan oleh para ilmuwan. Oleh karena itu, hal yang paling rasional dapat dilakukan adalah siswa harus memahami metodologi kerja sains dan memiliki keterampilan dalam kerja ilmiah atau keterampilan proses sains. Dengan hal itu, siswa memiliki kompetensi untuk dapat mengembangkan sendiri pengetahuannya. Pada suatu saat, siswa mungkin saja dapat memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Keterampilan proses sains dapat dikatakan sebagai kompetensi yang bersifat generik. Keterampilan proses sains memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan ilmu pengetahuan.  Dalam hal ini, kemampuan keterampilan proses sains dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan siswa. Membiasakan siswa belajar melalui proses kerja ilmiah, selain dapat melatih detail keterampilan ilmiah dan kerja sistematis, dapat pula membentuk pola berpikir siswa secara ilmiah. Dengan demikian, pengembangan keterampilan proses sains dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan berpikir siswa (high order of thinking).

Oleh karena itu, dalam konteks pembelajaran sains pun harus dirancang sebagaimana desain tiga dimensi sains yaitu konten/produk pengetahuan, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Dalam hal ini, pembelajaran sains haruslah mengintegrasikan antara pembelajaran keterampilan kerja ilmiah sebagai proses penemuan dan pembentukan pengetahuan, pembelajaran konsep dasar pengetahuan sains sebagai konten/produk sains, dan pembelajaran sikap ilmiah. Oleh karena pembentukan pengetahuan sains diawali dari proses yang ilmiah, maka pembelajaran sains pun harus diletakkan dan ditekankan lebih awal pada kemampuan keterampilan proses sains siswa. Dengan demikian, perkembangan kemampuan keterampilan proses siswa memiliki peran yang sama penting dan terintegrasi dengan penguasaan pengetahuan sains dan sikap ilmiah.

Menurut Rezba (1999), pengajaran dan pengukuran keterampilan proses dapat dilakukan pada seluruh tingkatan kelas. Perbedaan materi dan tingkat kerumitan, metode dan sistem pengukuran dapat disesuaikan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Kemampuan siswa menggunakan proses sains akan berkembang seiring dengan berkembangnya pengalaman belajar dan tingkatan kelas atau tingkat kognitif siswa secara biopsikologis. Penilaian terhadap kemampuan keterampilan proses sains, dapat memberikan infromasi data status pencapaian keterampilan siswa. Hasil tersebut, dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan keterampilan proses selanjutnya serta instrument refleksi terhadap perencanaan dan proses pembelajaran. Dengan demikian, pentingnya keterampilan proses sains merupakan dasar dalam pembentukan pengetahuan sains bagi siswa dan akan digunakan siswa dalam setiap sisi kehidupannya di masa depan.

2. Komponen Penilaian Keterampilan Proses Sains
Metode ilmiah merupakan dasar dari pembentukan pengetahuan dalam sains. Metode ilmiah dapat diartikan sebagai cara untuk bertanya dan menjawab pertanyaan ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan eksperimen. Menurut Hess (2007), terdapat enam langkah-langkah metode ilmiah, yaitu:
  1. Mengajukan pertanyaan atau merumuskan masalah
  2. Membuat latar belakang penelitian atau melakukan observasi
  3. Menyusun hipotesis
  4. Menguji hipotesis melalui percobaan
  5. Menganalisa data dan membuat kesimpulan
  6. Mengkomunikasikan hasil
Dalam pembelajaran sains, keenam langkah-langkah metode ilmiah tersebut dikembangkan dan dijabarkan menjadi sebuah keterampilan proses sains yang dapat diajarkan dan dilatihkan kepada siswa. Menurut Wetzel (2008),  keterampilan proses sains merupakan dasar dari pemecahan masalah dalam sains dan metode  ilmiah. Keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu.

Keterampilan proses dasar
Menurut Rezba (1999) dan Wetzel (2008), keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:
  1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.
  2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek
  3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.
  4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan.
  5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.
  6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.
Menurut Rezba (1999), keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks.
Keterampilan proses sains dapat meletakkan dasar logika untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa bahkan pada siswa di kelas awal  tingkat sekolah dasar. Di kelas awal, siswa lebih banyak menggunakan keterampilan proses sains yang mudah seperti pengamatan dan komunikasi, namun seiring perkembangannya mereka dapat menggunakan keterampilan proses sains yang kompleks seperti inferensi dan prediksi (Rezba, 1999). 
        
Keterampilan proses terpadu
Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Menurut Weztel (2008), Keterampilan proses terpadu meliputi:
  1. merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan.
  2. mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan
  3. membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati.
  4. percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data
  5. interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan.
Keterampian proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan keterampilan proses sains yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

3. Pelaksanaan Penilaian Keterampilan Proses Sains
Penilaian merupakan tahapan penting dalam proses pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran sains dapat dimaknai sebagai membawa konten, proses sains dan sikap ilmiah secara bersama-sama. Penilaian dilakukan terutama untuk menilai kemajuan siswa dalam pencapaian keterampilan proses sains.
Menurut Smith dan Welliver, pelaksanaan penilaian keterampilan proses dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, diantaranya:
  1. Pretes dan postes.  Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal tahun sekolah. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari masing-masing siswa dalam keterampilan yang telah diidentifikasi. Pada akhir tahun sekolah, guru melaksanakan tes kembali untuk mengetahui perkembangan skor siswa setelah mengikuti pembelajaran sains.
  2. Diagnostik. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal tahun ajaran. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan pada bagian mana siswa memerlukan bantuan dengan keterampilan proses. Kemudian guru merencanakan pelajaran dan kegiatan laboratorium yang dirancang untuk mengatasi kekurangan siswa.
  3. Penempatan kelas. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai salah satu kriteria dalam penempatan kelas. Misalnya, criteria untuk memasuki kelas akselerasi, kelas sains atau kelas unggulan.
  4. Pemilihan kompetisis siswa. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai kriteria utama dalam pemilihan siswa yang akan ikut dalam lomba-lomba sains. Jika siswa memiliki skor tes tinggi, maka dia akan dapat mengikuti lomba sains dengan baik.
  5. Bimbingan karir. Biasanya para peneliti melakukan uji coba menggunakan penilaian keterampilan proses sains untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki potensi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dibina.
Penilaian keterampilan proses sains dilakukan dengan menggunakan instrumen yang disesuaikan dengan materi  dan tingkat perkembangan siswa atau tingkatan kelas (Rezba, 1999). Oleh karena itu, penyusunan instrumen penilaian harus direncanakan secara cermat sebelum digunakan.  Menurut Widodo (2009), penyusunan instrumen untuk penilaian terhadap keterampilan proses siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasikan jenis keterampilan proses sains yang akan dinilai.
  2. Merumuskan indikator untuk setiap jenis keterampilan proses sains.
  3. Menentukan dengan cara bagaimana keterampilan proses sains tersebut diukur (misalnya apakah tes unjuk kerja, tes tulis, ataukah tes lisan).
  4. Membuat kisi-kisi instrumen.
  5. Mengembangkan instrumen pengukuran keterampilan proses sains berdasarkan kisi-kisi yang dibuat. Pada saat ini perlu mempertimbangkan konteks dalam item tes keterampilan proses sains dan tingkatan keterampilan proses sains (objek tes)
  6. Melakukan validasi instrumen.
  7. Melakukan ujicoba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris.
  8. Perbaikan butir-butir yang belum valid.
  9. Terapkan sebagai instrumen penilaian keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains.
Pada langkah-langkah penyusunan instrument di atas, pencarian validitas dan reabilitas empiris terutama dilakukan untuk penilaian keterampilan proses sains yang beresiko tinggi. Penilaian yang beresiko tinggi yang dimaksud adalah penilaian dalam penelitian, penilaian dalam skala besar atau penilaian untuk tujuan tertentu.

Pengukuran terhadap keterampilan proses siswa, dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen tertulis. Pelaksanaan pengukuran dapat dilakukan secara tes (paper and pencil test) dan bukan tes. Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis (paper and pencil test). Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Menurut Bajah (2000), penilaian dalam keterampilan proses agak sulit dilakukan melalui tes tertulis dibandingkan dengan teknik observasi. Namun demikian, menggunakan kombinasi kedua teknik penilaian tersebut dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap keterampilan proses sains.

Penilaian keterampilan proses melalui tes tertulis
Penilaian secara tertulis terhadap keterampilan proses sains dapat dilakukan dalam bentuk essai dan pilihan ganda . Pertanyaan yang disusun dalam bentuk pertanyaan konvergen  dan pertanyaan divergen. Penilaian dalam bentuk essai memerlukan jawaban yang berupa pembahasan atau uraian kata-kata. Jawaban yang dituliskan oleh siswa akan lebih bersifat subjektif, yang berarti menggambarkan pemahaman yang lebih indiviualistik.
Sebuah contoh konstruksi instrument penilaian secara tertulis dalam bentuk tes essai, sebagai berikut:
Sebuah percobaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh air terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Setelah dilakukan pengukuran dalam selama tujuh hari, diperoleh data sebagai berikut:
Hari Ke-
Tinggi tanaman (cm)
Disiram air setiap hari
Tidak disiram air
1
5
5
2
7
6
3
8,5
6,5
4
11
6,9
5
12,8
7,2
6
14
7,3
7
15,9
7,3
Pertanyaan:
  1. Tuliskan rumusan masalah pada percobaan di atas! (skor 2)
             ________________________________________________________
  1. Buatlah kesimpulan berdasarkan data hasil percobaan di atas! (skor 2)
              ________________________________________________________
Pengukuran keterampilan proses yang dilakukan melakui tes yang dikontruksi dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, kemungkinan jawaban atas pertanyaan sudah disiapkan dan biasanya terdiri atas empat atau lima pilihan. Penilaian yang diperoleh dengan menggunakan pilihan jawaban dapat memberikan hasil yang lebih obyektif, sebab jawaban atas masalah yang ada telah ditetapkan.  Menurut Arikunto (2009), penilaian dalam bentuk pilihan ganda, lebih representative mewakili isi dan luas bahan atau materi. Selain itu, dalam proses pemeriksaan dapat terhindar dari unsur-unsur subjektivitas. Namun demikian, penggunaan penilaian model ini, cenderung mengungkapkan daya pengenalan kembali dan banyak memberi peluang tebakan. Hasil yang diperoleh pun dapat berbeda dengan kondisi siswa yang sesungguhnya.
Smith dan Welliver telah mengembangkan instrumen penilaian untuk mengukur keterampilan proses sains bagi siswa sekolah dasar dan sekolah menengah. Instrumen tes tertulis disusun dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda. Untuk menjawab soal ini, siswa terlibat dalam pemecahan masalah dan mengharuskan menerapkan keterampilan proses yang tepat untuk setiap pertanyaan.

Penilaian keterampilan proses melalui bukan tes
Penilaian melalui keterampilan proses sains melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Pengamatan dalam penilaian ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Selama proses kegiatan pembelajaran sains dilaksanakan, guru dapat melakukan penilaian dengan mengamati perilaku siswa secara langsung dalam menunjukkan kemampuan keterampilan proses sains yang dimiliki. Selain itu, hasil-hasil pekerjaan tugas siswa atau produk hasil belajar siswa juga dapat diamati untuk menilai keterampilan proses siswa secara integrative.
Menurut Sumiati dan Asra (2008), Arikunto (2009) dan Widyatiningtyas (2010), penilaian keterampilan proses dengan melalui bukan tes diperlukan lembar pengamatan yang lebih rinci untuk menilai perilaku yang diharapkan. Lembar pengamatan ini dapat berupa rubrik, daftar chek atau skala bertingkat. Menilai siswa dengan menggunakan rubrik, dapat mendeterminasikan kemampuan siswa berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Rubrik penilaian memuat kriteria esensial  terhadap tugas atau standar keterampilan proses sains serta level unjuk kerja yang tepat terhadap setiap kriteria.
Sebuah contoh rubrik penilaian untuk mengukur kegiatan percobaan laboratorium dapat disajikan, sebagai berikut:
Tabel 1. Rubrik Percobaan Laboratorium
Kriteria
Skor
4
(sangat baik)
3
(baik)
2
(cukup)
1
(kurang)
Tujuan percobaan
Mengidentifikasi tujuan dan cirri khusus
Mengidentifikasi tujuan
Mengidentifikasi sebagian tujuan
Salah mengidentifikasi tujuan
Alat dan Bahan
Melist semua alat dan bahan
Melist semua bahan
Melist beberapa bahan
Salah melist bahan
Hypotesis
Memprediksi dengan benar fakta dan membuat hipotesis
Memprediksi dengan benar fakta
Memprediksi dengan beberapa fakta
Menebak-nebak
Prosedur
Melist semua tahap dan detail-detail khusus
Melist semua tahap
Melist beberapa tahap
Salah melist tahap
Hasil
Data direkam, diorganisir, dan digrafiskan
Data direkam, diorganisir
Data direkam
Hasil salah atau tidak betul
Simpulan
Tampak memahami konsep dan membuat hipotesis baru untuk aplikasi pada situasi lain.
Tampak memahami konsep yang telah dipelajari
Tampak memahami beberapa konsep
Tidak ada kesimpulan atau tampak miskonsepsi

Sebagaimana pada contoh di atas, sebuah rubric memuat dua komponen, yaitu kriteria dan level unjuk kerja (performance). Pada setiap rubrik terdiri atas minimal dua criteria dan dua level unjuk kerja. Criteria biasanya ditempatkan pada kolom paling kiri, sedangkan level unjuk kerja ditempatkan pada baris paling atas dalam tabel rubrik. Untuk memudahkan dalam penggunaannya, level unjuk kerja terdiri atas level kuantitatif berupa angka (1, 2, 3, dan 4) dan level kualitatif.

Dalam rubrik biasanya juga disertai dengan deskriptor. Dekriptor menyatakan harapan kondisi siswa pada setiap level unjuk kerja untuk setiap criteria. Pada contoh rubrik, dapat dilihat adanya perbedaan diskriptor antara tujuan kegiatan yang dirumuskan dengan sangat baik dan tujuan kegiatan yang dirumuskan dengan baik. Pada descriptor, siswa dapat melihat syarat unjuk kerja untuk mencapai sebuah level kriteria. Bagi guru, descriptor dapat membantu guru untuk memberikan penilaian secara konsisten pada hasil kerja siswa.

Dalam implementasinya, penilaian melalui observasi dengan menggunakan rubrik penilaian memiliki beberapa keunggulan. Ketika rubrik penilaian ini dikomunikasikan kepada siswa di awal pembelajaran, ekspektasi terhadap pencapaian level keterampilan proses dapat diidentifikasikan dan dipahami secara baik oleh siswa. Observasi dapat menghasilkan penilaian yang konsisten dan obyektif. Selain itu, hasil penilaian dapat menghasilkan umpan balik (feedback) yang lebih baik. Hasil penilaian dapat menunjukkan level khusus performans siswa selanjutnya yang harus dicapai oleh siswa. Dalam hal ini, guru dan siswa dapat mengetahui secara pasti, area kebutuhan siswa yang perlu pengembangan.

Dengan demikian, perihal rencana penilaian yang dilakukan untuk mengukur keterampilan proses sains dapat dikomunikasikan secara pasti kepada siswa sebelum pelaksanaan pembelajaran. Siswa sebagai subyek pembelajaran dapat menentukan target yang harus dicapai selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian pun dapat mencapai tujuan sebagaimana mestinya.

Waktu dan Subjek Penilaian
Selain perihal instrumen penilaian yang penting dirumuskan sebagai bagian terintegrasi dari rencana penilaian pembelajaran, waktu dan subyek penilaian juga harus direncanakan. Pelaksanaan penilaian keterampilan proses sains, dapat dilakukan di awal pembelajaran sebagai pretes, di akhir pembelajaran sebagai postes, atau selama pelaksanaan pembelajaran sebagai penilaian proses (on going assessment)

Waktu pelaksanaan penilaian ini bersifat relative, dan sangat ditentukan oleh aspek keterampilan proses sains yang diukur dan tujuan penilaian itu sendiri. Jika penilaian dimaksudkan untuk melihat kemajuan perkembangan keterampilan proses sains yang dicapai siswa selama pembelajaran, maka penilaian dapat dilakukan dengan cara pretes/postes. Sedangkan penilaian keterampilan proses yang dimaksudkan untuk mengukur secara langsung detail-detail pencapaian keterampilan proses sains, maka penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi atau rubrik penilaian.

Perihal subyek penilaian dalam keterampilan proses sains juga dapat disesuaikan dengan tujuan penilaian dilakukan. Pelaksanaan penilaian keterampilan proses sains dapat dilakukan dalam bentuk tiga arah yaitu penilaian guru, penilaian sebaya dan penilaian diri. Keterampilan proses sains umumnya dilakukan penilaiannya oleh guru pengampuh mata pelajaran. Dalam hal ini, penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh guru. Namun, untuk tujuan tertentu penilaian keterampilan proses sains dapat melibatkan siswa sebagai subyek penilaian.

Penilaian yang melibatkan siswa terhadap siswa lain dapat dilakukan dalam sebuah kelompok. Selama proses belajar berlansung, siswa bekerja dalam kelompok untuk sebuah percobaan. Keberadaan siswa dalam kelompok, tentu memiliki peran tersendiri sehingga masing-masing memberikan konstribusi sebagai tim. Aktivitas siswa selama bekerja dalam kelompok dan kontribusinya dalam mendukung hasil kerja dapat dirasakan dan diamati secara persis oleh setiap anggota kelompok. Dalam situasi ini, penilaian teman sebaya dapat digunakan sebagai data pembanding yang dapat diekuilibrasikan dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru. penilaian dengan melibatkan teman kelompok, dapat memberikan efek positif dalam perkembangan sikap ilmiah siswa. Secara korelasional hal ini diharapkan dapat meningkatkan peran siswa dalam kelompok sehingga berpengaruh kepada perkembangan keterampilan proses sains siswa.

Sementara itu, penilaian keterampilan proses sains yang melibatkan siswa dalam menilai dirinya dapat digunakan untuk memberikan bahan refleksi langsung bagi siswa. Dalam proses ini, siswa akan mengevaluasi kemampuan yang telah dicapainya, dan secara sportif memberikan pengakuan terhadap diri sendiri. Proses ini memiliki dampak psikologis yang diharapkan dapat memicu motivasi intrinsik siswa untuk terus mengembangkan keterampilan proses sains yang telah dicapai. Namun demikian, penilaian keterampilan proses sains yang melibatkan siswa hanya dapat dilakukan secara sinergis dan optimal jika instrumen penilaian disiapkan dengan kriteria yang jelas dan telah ditetapkan guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar