Perkembangan ilmu pengetahuan sains saat ini,
menunjukkan bahwa ilmu sains memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan
manusia. Berkembangnya teknologi rekayasa baik pada aspek fisik maupun aspek
biologi kehidupan, semakin mempertegas peran ilmu sains dalam meningkatkan
kesejahteraan manusia, baik dalam bidang pangan dan kesehatan maupun dalam
kebutuhan sandang. Seiring dengan tren kemajuan peradaban yang dicapai manusia
dalam generasi ini, peran pendidikan di sekolah tak dapat disangkal. Oleh
karena itu, penyelenggaran pendidikan harus dapat menjamin terjadinya
kesesuaian dengan kebutuhan manusia dalam kehidupan di masa depan.
Menyiapkan anak untuk hidup di masa yang depan,
harus dapat dibekali dengan modalitas belajar yang berdasar pada kemampuan
berpikir. Menurut Blosser (1973), proses pembelajaran sains cenderung
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
dan menumbuhkan kemampuan berfikir. Pembentukan sikap ilmiah seperti ditunjukan
oleh para ilmuawan sains dapat dikembangkan melalui keterampilan-keterampilan
proses sains. Sehingga keterampilan proses sains, dapat digunakan sebagai
pendekatan dalam pembelajaran.
Di samping sebagai sebuah pendekatan dalam
pembelajaran sains, keterampilan proses merupakan skill yang harus dimiliki
anak sebagai modal dasar memahami ilmu sains. Keterampilan proses memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam memahami pengetahuan sains. Dalam hal ini,
terbentuknya pengetahuan dalam sains dilakukan melalui proses yang ilmiah
(metode ilmiah). Keterampilan yang mendasari premis yang mengatur metode ilmiah
disebut sebagai keterampilan proses sains (Hill, 2003).
Menurut Trihastuti (2008), keterampilan proses
sains yang dielaborasikan dalam pembelajaran sains dapat melibatkan berbagai
keterampilan baik yang bersifat intelektual, manual maupun sosial. Dengan
terbentuknya produk pengetahuan melalui proses kerja ilmiah ini, maka
terbentuklah sikap-sikap ilmiah. Sikap ilmiah ini penting untuk menjaga
kemurnian pengetahuan dan kesinambungan dalam perkembangannya. Oleh karena itu,
pengembangan keterampilan proses sains pada siswa harus terus dilakukan melalui
evaluasi dan penilaian yang berkesinambungan.
Penilaian merupakan salah satu komponen penting
dalam pembelajaran. Menurut Aunurrahman (2009), pembelajaran memiliki
triangulasi dengan hubungan yang erat, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan
pembelajaran dan evaluasi atau penilaian. Dari triangulasi ini, penilaian
berperan dalam menyediakan data untuk menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran.
Dengan dasar tersebut, penulis melakukan kajian tentang penilaian keterampilan
proses sains yang disajikan dalam tulisan berseri ini.
Salah satu komponen penting dalam sistem
pembelajaran adalah penilaian atau evaluasi. Oleh karena itu, perangkat
penilaian merupakan bagian integral yang dikembangkan berdasarkan tuntutan
tujuan pendidikan. Menurut Arikunto (2009), penilaian dalam pendidikan
merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan ketercapaian tujuan
pendidikan, bahkan aktivitas penilaian dapat pula digunakan untuk mengambil
keputusan. Penilaian dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan beragam
alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang kemajuan atau pencapaian
kompetensi siswa.
Dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian
dilakukan oleh guru untuk mengukur perkembangan hasil belajar siswa sebagaimana
yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Selain itu, penilaian juga dilakukan
untuk mendiagnosis kesulitan belajar dan memberikan umpan balik kepada siswa.
Dengan demikian, penilaian dilakukan secara terus menerus guna memastikan
terjadinya kemajuan dalam belajar siswa. Hasil penilaian yang diperoleh, dapat
dijadikan sebagai dasar menentukan keputusan tentang upaya perbaikan
pembelajaran. Dalam hal ini upaya bimbingan terhadap siswa, yang diperlukan
untuk memperbaiki hasil pembelajaran.
Sains dan mengajarkan siswa tentang sains memiliki
arti lebih dari pada pengetahuan ilmiah itu sendiriknowledge.. Menurut Rezba
(1999), hThere are three dimensionsal ini disebabkan karena iof science that
are all importalmu pengetahuan dikonstruksi atas tiga dimensi penting.
- The first Pertamaof these is the content of science, the basic adalah konten atau isi dari ilmu pengetahuan, konsep dasarconcepts, and our scientific knowledge., dan pengetahuan ilmiah. Dimensi ini merupakan dimensi ilmu pengetahuan yang sangat penting dan umumnya menjadi bahan pemikiran pertama.
- Kedua adalah The other two important dimensions of sciencprosesof doing science and scientific attitudes. kerja sains, di mana proses sains dalam hal ini adalah keterampilan proses sains yang digunakan para ilmuan dalam proses melakukan sains atau kerja ilmiah. Ketika siswa belajar sains menggunakan pendekatan keterampilan proses sains, maka pada saat yang sama juga belajar tentang keterampilan proses sains.
- Dimensi ketiga ilmu pengetahuan adalah sikap ilmiah. Dimensi ini fokus pada sikap dan “watak” yang menjadi karakter dari sains. Dimensi ini mencakup hal-hal seperti rasa keingintahuan dan kemampuan imajinasi, antusiasme dalam mengajukan pertanyaan dan menyelesaikan masalah. Selain itu, sikap ilmiah yang diperlukan adalah penghargaan terhadap metode dan nilai-nilai ilmiah. Metode ilmiah dan nilai ilmiah tersebut diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan menggunakan berbagai macam fakta atau bukti, serta ketelitian dalam menemukan data. Lebih dari itu, sikap ilmiah yang penting adalah bahwasanya pengetahuan dan teori ilmiah berubah setiap saat berdasarkan perkembangan informasi. Dalam hal ini, siswa menyikapi kebenaran dalam ilmu pengetahuan sebagai kebenaran yang bersifat sementara atau tentatif.
Dalam sifat ketentativan ilmu pengetahuan, guru
tidaklah mungkin dapat mengajarkan semua konten dalam ilmu pengetahuan. Siswa
dalam keterbatasannya pun tidak mungkin dapat mengetahui semua fakta-fakta yang
telah ditemukan oleh para ilmuwan. Oleh karena itu, hal yang paling rasional
dapat dilakukan adalah siswa harus memahami metodologi kerja sains dan memiliki
keterampilan dalam kerja ilmiah atau keterampilan proses sains. Dengan hal itu,
siswa memiliki kompetensi untuk dapat mengembangkan sendiri pengetahuannya.
Pada suatu saat, siswa mungkin saja dapat memberi kontribusi dalam perkembangan
ilmu pengetahuan.
Keterampilan proses sains dapat dikatakan sebagai
kompetensi yang bersifat generik. Keterampilan proses sains memiliki peran yang
sangat penting dalam proses pembentukan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini,
kemampuan keterampilan proses sains dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan
siswa. Membiasakan siswa belajar melalui proses kerja ilmiah, selain dapat
melatih detail keterampilan ilmiah dan kerja sistematis, dapat pula membentuk
pola berpikir siswa secara ilmiah. Dengan demikian, pengembangan keterampilan
proses sains dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan berpikir siswa (high
order of thinking).
Oleh karena itu, dalam konteks pembelajaran sains
pun harus dirancang sebagaimana desain tiga dimensi sains yaitu konten/produk
pengetahuan, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Dalam hal ini, pembelajaran sains
haruslah mengintegrasikan antara pembelajaran keterampilan kerja ilmiah sebagai
proses penemuan dan pembentukan pengetahuan, pembelajaran konsep dasar
pengetahuan sains sebagai konten/produk sains, dan pembelajaran sikap ilmiah.
Oleh karena pembentukan pengetahuan sains diawali dari proses yang ilmiah, maka
pembelajaran sains pun harus diletakkan dan ditekankan lebih awal pada kemampuan
keterampilan proses sains siswa. Dengan demikian, perkembangan kemampuan
keterampilan proses siswa memiliki peran yang sama penting dan terintegrasi
dengan penguasaan pengetahuan sains dan sikap ilmiah.
Menurut Rezba (1999), pengajaran dan pengukuran keterampilan
proses dapat dilakukan pada seluruh tingkatan kelas. Perbedaan materi dan
tingkat kerumitan, metode dan sistem pengukuran dapat disesuaikan sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa. Kemampuan siswa menggunakan proses sains akan
berkembang seiring dengan berkembangnya pengalaman belajar dan tingkatan kelas
atau tingkat kognitif siswa secara biopsikologis. Penilaian terhadap kemampuan
keterampilan proses sains, dapat memberikan infromasi data status pencapaian
keterampilan siswa. Hasil tersebut, dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan
keterampilan proses selanjutnya serta instrument refleksi terhadap perencanaan
dan proses pembelajaran. Dengan demikian, pentingnya keterampilan proses sains
merupakan dasar dalam pembentukan pengetahuan sains bagi siswa dan akan
digunakan siswa dalam setiap sisi kehidupannya di masa depan.
Metode ilmiah merupakan dasar dari pembentukan
pengetahuan dalam sains. Metode ilmiah dapat diartikan sebagai cara untuk
bertanya dan menjawab pertanyaan ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan
eksperimen. Menurut Hess (2007), terdapat enam langkah-langkah metode ilmiah,
yaitu:
- Mengajukan pertanyaan atau merumuskan masalah
- Membuat latar belakang penelitian atau melakukan observasi
- Menyusun hipotesis
- Menguji hipotesis melalui percobaan
- Menganalisa data dan membuat kesimpulan
- Mengkomunikasikan hasil
Dalam pembelajaran sains, keenam langkah-langkah
metode ilmiah tersebut dikembangkan dan dijabarkan menjadi sebuah keterampilan
proses sains yang dapat diajarkan dan dilatihkan kepada siswa. Menurut Wetzel
(2008), keterampilan proses sains merupakan dasar dari pemecahan masalah
dalam sains dan metode ilmiah. Keterampilan proses sains dikelompokkan
menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu.
Keterampilan proses dasar
Menurut Rezba (1999) dan Wetzel (2008),
keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu,
yaitu:
- Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.
- Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek
- Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.
- Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan.
- Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.
- Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.
Menurut Rezba (1999), keenam keterampilan proses
dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan
melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen
keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika
terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi
bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting
dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses
yang lebih rumit dan kompleks.
Keterampilan proses sains dapat meletakkan dasar
logika untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa bahkan pada siswa di kelas
awal tingkat sekolah dasar. Di kelas awal, siswa lebih banyak menggunakan
keterampilan proses sains yang mudah seperti pengamatan dan komunikasi, namun
seiring perkembangannya mereka dapat menggunakan keterampilan proses sains yang
kompleks seperti inferensi dan prediksi (Rezba,
1999).
Keterampilan proses terpadu
Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar
atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Menurut Weztel (2008),
Keterampilan proses terpadu meliputi:
- merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan.
- mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan
- membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati.
- percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data
- interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan.
3. Pelaksanaan Penilaian Keterampilan Proses Sains
Penilaian merupakan tahapan penting dalam proses
pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran sains dapat dimaknai sebagai membawa
konten, proses sains dan sikap ilmiah secara bersama-sama. Penilaian dilakukan
terutama untuk menilai kemajuan siswa dalam pencapaian keterampilan proses
sains.
Menurut Smith dan Welliver,
pelaksanaan penilaian keterampilan proses dapat dilakukan dalam beberapa
bentuk, diantaranya:
- Pretes dan postes. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal tahun sekolah. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari masing-masing siswa dalam keterampilan yang telah diidentifikasi. Pada akhir tahun sekolah, guru melaksanakan tes kembali untuk mengetahui perkembangan skor siswa setelah mengikuti pembelajaran sains.
- Diagnostik. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal tahun ajaran. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan pada bagian mana siswa memerlukan bantuan dengan keterampilan proses. Kemudian guru merencanakan pelajaran dan kegiatan laboratorium yang dirancang untuk mengatasi kekurangan siswa.
- Penempatan kelas. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai salah satu kriteria dalam penempatan kelas. Misalnya, criteria untuk memasuki kelas akselerasi, kelas sains atau kelas unggulan.
- Pemilihan kompetisis siswa. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai kriteria utama dalam pemilihan siswa yang akan ikut dalam lomba-lomba sains. Jika siswa memiliki skor tes tinggi, maka dia akan dapat mengikuti lomba sains dengan baik.
- Bimbingan karir. Biasanya para peneliti melakukan uji coba menggunakan penilaian keterampilan proses sains untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki potensi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dibina.
Penilaian keterampilan proses sains dilakukan
dengan menggunakan instrumen yang disesuaikan dengan materi dan tingkat
perkembangan siswa atau tingkatan kelas (Rezba, 1999). Oleh karena itu,
penyusunan instrumen penilaian harus direncanakan secara cermat sebelum
digunakan. Menurut Widodo (2009), penyusunan instrumen untuk penilaian
terhadap keterampilan proses siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
- Mengidentifikasikan jenis keterampilan proses sains yang akan dinilai.
- Merumuskan indikator untuk setiap jenis keterampilan proses sains.
- Menentukan dengan cara bagaimana keterampilan proses sains tersebut diukur (misalnya apakah tes unjuk kerja, tes tulis, ataukah tes lisan).
- Membuat kisi-kisi instrumen.
- Mengembangkan instrumen pengukuran keterampilan proses sains berdasarkan kisi-kisi yang dibuat. Pada saat ini perlu mempertimbangkan konteks dalam item tes keterampilan proses sains dan tingkatan keterampilan proses sains (objek tes)
- Melakukan validasi instrumen.
- Melakukan ujicoba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris.
- Perbaikan butir-butir yang belum valid.
- Terapkan sebagai instrumen penilaian keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains.
Pada langkah-langkah penyusunan instrument di atas,
pencarian validitas dan reabilitas empiris terutama dilakukan untuk penilaian
keterampilan proses sains yang beresiko tinggi. Penilaian yang beresiko tinggi
yang dimaksud adalah penilaian dalam penelitian, penilaian dalam skala besar
atau penilaian untuk tujuan tertentu.
Pengukuran terhadap keterampilan proses siswa,
dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen tertulis. Pelaksanaan pengukuran
dapat dilakukan secara tes (paper and pencil test) dan bukan tes.
Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis (paper and
pencil test). Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam
bentuk observasi atau pengamatan. Menurut Bajah (2000), penilaian dalam
keterampilan proses agak sulit dilakukan melalui tes tertulis dibandingkan
dengan teknik observasi. Namun demikian, menggunakan kombinasi kedua teknik
penilaian tersebut dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap keterampilan
proses sains.
Penilaian keterampilan proses melalui tes tertulis
Penilaian secara tertulis terhadap keterampilan
proses sains dapat dilakukan dalam bentuk essai dan pilihan ganda . Pertanyaan
yang disusun dalam bentuk pertanyaan konvergen dan pertanyaan divergen.
Penilaian dalam bentuk essai memerlukan jawaban yang berupa pembahasan atau
uraian kata-kata. Jawaban yang dituliskan oleh siswa akan lebih bersifat
subjektif, yang berarti menggambarkan pemahaman yang lebih indiviualistik.
Sebuah contoh konstruksi instrument penilaian
secara tertulis dalam bentuk tes essai, sebagai berikut:
Sebuah percobaan dilakukan untuk mengetahui
pengaruh air terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Setelah dilakukan pengukuran
dalam selama tujuh hari, diperoleh data sebagai berikut:
Hari
Ke-
|
Tinggi
tanaman (cm)
|
|
Disiram
air setiap hari
|
Tidak
disiram air
|
|
1
|
5
|
5
|
2
|
7
|
6
|
3
|
8,5
|
6,5
|
4
|
11
|
6,9
|
5
|
12,8
|
7,2
|
6
|
14
|
7,3
|
7
|
15,9
|
7,3
|
Pertanyaan:
- Tuliskan rumusan masalah pada percobaan di atas! (skor 2)
________________________________________________________
- Buatlah kesimpulan berdasarkan data hasil percobaan di atas! (skor 2)
________________________________________________________
Pengukuran keterampilan proses yang dilakukan
melakui tes yang dikontruksi dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, kemungkinan
jawaban atas pertanyaan sudah disiapkan dan biasanya terdiri atas empat atau
lima pilihan. Penilaian yang diperoleh dengan menggunakan pilihan jawaban dapat
memberikan hasil yang lebih obyektif, sebab jawaban atas masalah yang ada telah
ditetapkan. Menurut Arikunto (2009), penilaian dalam bentuk pilihan
ganda, lebih representative mewakili isi dan luas bahan atau materi. Selain
itu, dalam proses pemeriksaan dapat terhindar dari unsur-unsur subjektivitas.
Namun demikian, penggunaan penilaian model ini, cenderung mengungkapkan daya
pengenalan kembali dan banyak memberi peluang tebakan. Hasil yang diperoleh pun
dapat berbeda dengan kondisi siswa yang sesungguhnya.
Smith dan Welliver
telah mengembangkan instrumen penilaian untuk mengukur keterampilan proses sains
bagi siswa sekolah dasar dan sekolah menengah. Instrumen tes tertulis disusun
dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda. Untuk menjawab soal ini, siswa terlibat
dalam pemecahan masalah dan mengharuskan menerapkan keterampilan proses yang
tepat untuk setiap pertanyaan.
Penilaian keterampilan proses melalui bukan tes
Penilaian melalui keterampilan proses sains melalui
bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Pengamatan
dalam penilaian ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Selama proses kegiatan pembelajaran sains dilaksanakan, guru dapat melakukan
penilaian dengan mengamati perilaku siswa secara langsung dalam menunjukkan
kemampuan keterampilan proses sains yang dimiliki. Selain itu, hasil-hasil
pekerjaan tugas siswa atau produk hasil belajar siswa juga dapat diamati untuk
menilai keterampilan proses siswa secara integrative.
Menurut Sumiati dan Asra (2008), Arikunto (2009)
dan Widyatiningtyas (2010), penilaian keterampilan proses dengan melalui bukan
tes diperlukan lembar pengamatan yang lebih rinci untuk menilai perilaku yang
diharapkan. Lembar pengamatan ini dapat berupa rubrik, daftar chek atau skala
bertingkat. Menilai siswa dengan menggunakan rubrik, dapat mendeterminasikan
kemampuan siswa berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Rubrik penilaian
memuat kriteria esensial terhadap tugas atau standar keterampilan proses
sains serta level unjuk kerja yang tepat terhadap setiap kriteria.
Sebuah contoh rubrik penilaian untuk mengukur
kegiatan percobaan laboratorium dapat disajikan, sebagai berikut:
Tabel 1.
Rubrik Percobaan Laboratorium
Kriteria
|
Skor
|
|||
4
(sangat
baik)
|
3
(baik)
|
2
(cukup)
|
1
(kurang)
|
|
Tujuan percobaan
|
Mengidentifikasi tujuan dan cirri khusus
|
Mengidentifikasi tujuan
|
Mengidentifikasi sebagian tujuan
|
Salah mengidentifikasi tujuan
|
Alat dan Bahan
|
Melist semua alat dan bahan
|
Melist semua bahan
|
Melist beberapa bahan
|
Salah melist bahan
|
Hypotesis
|
Memprediksi dengan benar fakta dan membuat
hipotesis
|
Memprediksi dengan benar fakta
|
Memprediksi dengan beberapa fakta
|
Menebak-nebak
|
Prosedur
|
Melist semua tahap dan detail-detail khusus
|
Melist semua tahap
|
Melist beberapa tahap
|
Salah melist tahap
|
Hasil
|
Data direkam, diorganisir, dan digrafiskan
|
Data direkam, diorganisir
|
Data direkam
|
Hasil salah atau tidak betul
|
Simpulan
|
Tampak memahami konsep dan membuat hipotesis baru
untuk aplikasi pada situasi lain.
|
Tampak memahami konsep yang telah dipelajari
|
Tampak memahami beberapa konsep
|
Tidak ada kesimpulan atau tampak miskonsepsi
|
Sebagaimana pada contoh di atas, sebuah rubric
memuat dua komponen, yaitu kriteria dan level unjuk kerja (performance).
Pada setiap rubrik terdiri atas minimal dua criteria dan dua level unjuk kerja.
Criteria biasanya ditempatkan pada kolom paling kiri, sedangkan level unjuk
kerja ditempatkan pada baris paling atas dalam tabel rubrik. Untuk memudahkan
dalam penggunaannya, level unjuk kerja terdiri atas level kuantitatif berupa
angka (1, 2, 3, dan 4) dan level kualitatif.
Dalam rubrik biasanya juga disertai dengan
deskriptor. Dekriptor menyatakan harapan kondisi siswa pada setiap level unjuk
kerja untuk setiap criteria. Pada contoh rubrik, dapat dilihat adanya perbedaan
diskriptor antara tujuan kegiatan yang dirumuskan dengan sangat baik dan tujuan
kegiatan yang dirumuskan dengan baik. Pada descriptor, siswa dapat melihat
syarat unjuk kerja untuk mencapai sebuah level kriteria. Bagi guru, descriptor
dapat membantu guru untuk memberikan penilaian secara konsisten pada hasil
kerja siswa.
Dalam implementasinya, penilaian melalui observasi
dengan menggunakan rubrik penilaian memiliki beberapa keunggulan. Ketika rubrik
penilaian ini dikomunikasikan kepada siswa di awal pembelajaran, ekspektasi
terhadap pencapaian level keterampilan proses dapat diidentifikasikan dan
dipahami secara baik oleh siswa. Observasi dapat menghasilkan penilaian yang
konsisten dan obyektif. Selain itu, hasil penilaian dapat menghasilkan umpan
balik (feedback) yang lebih baik. Hasil penilaian dapat menunjukkan
level khusus performans siswa selanjutnya yang harus dicapai oleh siswa. Dalam
hal ini, guru dan siswa dapat mengetahui secara pasti, area kebutuhan siswa
yang perlu pengembangan.
Dengan demikian, perihal rencana penilaian yang
dilakukan untuk mengukur keterampilan proses sains dapat dikomunikasikan secara
pasti kepada siswa sebelum pelaksanaan pembelajaran. Siswa sebagai subyek
pembelajaran dapat menentukan target yang harus dicapai selama proses
pembelajaran berlangsung. Penilaian pun dapat mencapai tujuan sebagaimana
mestinya.
Waktu dan Subjek Penilaian
Selain perihal instrumen penilaian yang penting
dirumuskan sebagai bagian terintegrasi dari rencana penilaian pembelajaran,
waktu dan subyek penilaian juga harus direncanakan. Pelaksanaan penilaian
keterampilan proses sains, dapat dilakukan di awal pembelajaran sebagai pretes,
di akhir pembelajaran sebagai postes, atau selama pelaksanaan pembelajaran
sebagai penilaian proses (on going assessment).
Waktu pelaksanaan
penilaian ini bersifat relative, dan sangat ditentukan oleh aspek keterampilan
proses sains yang diukur dan tujuan penilaian itu sendiri. Jika penilaian
dimaksudkan untuk melihat kemajuan perkembangan keterampilan proses sains yang
dicapai siswa selama pembelajaran, maka penilaian dapat dilakukan dengan cara
pretes/postes. Sedangkan penilaian keterampilan proses yang dimaksudkan untuk
mengukur secara langsung detail-detail pencapaian keterampilan proses sains,
maka penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan
menggunakan lembar observasi atau rubrik penilaian.
Perihal subyek penilaian dalam keterampilan proses
sains juga dapat disesuaikan dengan tujuan penilaian dilakukan. Pelaksanaan
penilaian keterampilan proses sains dapat dilakukan dalam bentuk tiga arah
yaitu penilaian guru, penilaian sebaya dan penilaian diri. Keterampilan proses
sains umumnya dilakukan penilaiannya oleh guru pengampuh mata pelajaran. Dalam
hal ini, penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran yang harus
dilaksanakan oleh guru. Namun, untuk tujuan tertentu penilaian keterampilan proses
sains dapat melibatkan siswa sebagai subyek penilaian.
Penilaian yang melibatkan siswa terhadap siswa lain
dapat dilakukan dalam sebuah kelompok. Selama proses belajar berlansung, siswa
bekerja dalam kelompok untuk sebuah percobaan. Keberadaan siswa dalam kelompok,
tentu memiliki peran tersendiri sehingga masing-masing memberikan konstribusi
sebagai tim. Aktivitas siswa selama bekerja dalam kelompok dan kontribusinya
dalam mendukung hasil kerja dapat dirasakan dan diamati secara persis oleh
setiap anggota kelompok. Dalam situasi ini, penilaian teman sebaya dapat
digunakan sebagai data pembanding yang dapat diekuilibrasikan dengan hasil
pengamatan yang dilakukan oleh guru. penilaian dengan melibatkan teman
kelompok, dapat memberikan efek positif dalam perkembangan sikap ilmiah siswa.
Secara korelasional hal ini diharapkan dapat meningkatkan peran siswa dalam
kelompok sehingga berpengaruh kepada perkembangan keterampilan proses sains
siswa.
Sementara itu, penilaian keterampilan proses sains
yang melibatkan siswa dalam menilai dirinya dapat digunakan untuk memberikan
bahan refleksi langsung bagi siswa. Dalam proses ini, siswa akan mengevaluasi
kemampuan yang telah dicapainya, dan secara sportif memberikan pengakuan
terhadap diri sendiri. Proses ini memiliki dampak psikologis yang diharapkan
dapat memicu motivasi intrinsik siswa untuk terus mengembangkan keterampilan
proses sains yang telah dicapai. Namun demikian, penilaian keterampilan proses
sains yang melibatkan siswa hanya dapat dilakukan secara sinergis dan optimal
jika instrumen penilaian disiapkan dengan kriteria yang jelas dan telah
ditetapkan guru.