Sabtu, 15 April 2017

keterampilan proses sains



Perkembangan ilmu pengetahuan sains saat ini, menunjukkan bahwa ilmu sains memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Berkembangnya teknologi rekayasa baik pada aspek fisik maupun aspek biologi kehidupan, semakin mempertegas peran ilmu sains dalam meningkatkan kesejahteraan manusia, baik dalam bidang pangan dan kesehatan maupun dalam kebutuhan sandang. Seiring dengan tren kemajuan peradaban yang dicapai manusia dalam generasi ini, peran pendidikan di sekolah tak dapat disangkal. Oleh karena itu, penyelenggaran pendidikan harus dapat menjamin terjadinya kesesuaian dengan kebutuhan manusia dalam kehidupan di masa depan.

Menyiapkan anak untuk hidup di masa yang depan, harus dapat dibekali dengan modalitas belajar yang berdasar pada kemampuan berpikir. Menurut Blosser (1973), proses pembelajaran sains cenderung menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi dan menumbuhkan kemampuan berfikir. Pembentukan sikap ilmiah seperti ditunjukan oleh para ilmuawan sains dapat dikembangkan melalui keterampilan-keterampilan proses sains. Sehingga keterampilan proses sains, dapat digunakan sebagai pendekatan dalam pembelajaran.

Di samping sebagai sebuah pendekatan dalam pembelajaran sains, keterampilan proses merupakan skill yang harus dimiliki anak sebagai modal dasar memahami ilmu sains. Keterampilan proses memiliki kedudukan yang sangat penting dalam memahami pengetahuan sains. Dalam hal ini, terbentuknya pengetahuan dalam sains  dilakukan melalui proses yang ilmiah (metode ilmiah). Keterampilan yang mendasari premis yang mengatur metode ilmiah disebut sebagai keterampilan proses sains (Hill, 2003).

Menurut Trihastuti (2008), keterampilan proses sains yang dielaborasikan dalam pembelajaran sains dapat melibatkan berbagai keterampilan baik yang bersifat intelektual, manual maupun sosial. Dengan terbentuknya produk  pengetahuan melalui proses kerja ilmiah ini, maka terbentuklah sikap-sikap ilmiah. Sikap ilmiah ini penting untuk menjaga kemurnian pengetahuan dan kesinambungan dalam perkembangannya. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan proses sains pada siswa harus terus dilakukan melalui evaluasi dan penilaian yang berkesinambungan. 

Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Menurut Aunurrahman (2009), pembelajaran memiliki triangulasi dengan hubungan yang erat, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan evaluasi atau penilaian. Dari triangulasi ini, penilaian berperan dalam menyediakan data untuk menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran.  Dengan dasar tersebut, penulis melakukan kajian tentang penilaian keterampilan proses sains yang disajikan dalam tulisan berseri ini.

1. Pentingnya Penilaian Keterampilan Proses Sains
Salah satu komponen penting dalam sistem pembelajaran adalah penilaian atau evaluasi. Oleh karena itu, perangkat penilaian merupakan bagian integral yang dikembangkan berdasarkan tuntutan tujuan pendidikan. Menurut Arikunto (2009), penilaian dalam pendidikan merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan ketercapaian tujuan pendidikan, bahkan aktivitas penilaian dapat pula digunakan untuk mengambil keputusan. Penilaian dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang kemajuan atau pencapaian kompetensi siswa.

Dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan oleh guru untuk mengukur perkembangan hasil belajar siswa sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Selain itu, penilaian juga dilakukan untuk mendiagnosis kesulitan belajar dan memberikan umpan balik kepada siswa. Dengan demikian, penilaian dilakukan secara terus menerus guna memastikan terjadinya kemajuan dalam belajar siswa. Hasil penilaian yang diperoleh, dapat dijadikan sebagai dasar menentukan keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran. Dalam hal ini upaya bimbingan terhadap siswa, yang diperlukan untuk memperbaiki hasil pembelajaran.

Sains dan mengajarkan siswa tentang sains memiliki arti lebih dari pada pengetahuan ilmiah itu sendiriknowledge.. Menurut Rezba (1999), hThere are three dimensionsal ini disebabkan karena iof science that are all importalmu pengetahuan dikonstruksi atas tiga dimensi penting.
  •   The first Pertamaof these is the content of science, the basic adalah konten atau isi dari ilmu pengetahuan, konsep dasarconcepts, and our scientific knowledge., dan pengetahuan ilmiah. Dimensi ini merupakan dimensi ilmu pengetahuan yang sangat penting dan umumnya menjadi bahan pemikiran pertama.
  •  Kedua adalah The other two important dimensions of sciencprosesof doing science and scientific attitudes. kerja sains, di mana proses sains dalam hal ini adalah keterampilan proses sains yang digunakan para ilmuan dalam proses melakukan sains atau kerja ilmiah. Ketika siswa belajar sains menggunakan pendekatan keterampilan proses sains, maka pada saat yang sama juga belajar tentang keterampilan proses sains. 
  • Dimensi ketiga ilmu pengetahuan adalah sikap ilmiah. Dimensi ini fokus pada sikap dan “watak” yang menjadi karakter dari sains. Dimensi ini mencakup hal-hal seperti rasa keingintahuan dan kemampuan imajinasi, antusiasme dalam mengajukan pertanyaan dan menyelesaikan masalah. Selain itu, sikap ilmiah yang diperlukan adalah penghargaan terhadap metode dan nilai-nilai ilmiah. Metode ilmiah dan nilai ilmiah tersebut diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan menggunakan berbagai macam fakta atau bukti, serta ketelitian dalam menemukan data. Lebih dari itu, sikap ilmiah yang penting adalah bahwasanya pengetahuan dan teori ilmiah berubah setiap saat berdasarkan perkembangan informasi. Dalam hal ini, siswa menyikapi kebenaran dalam ilmu pengetahuan sebagai kebenaran yang bersifat sementara atau tentatif.

Dalam sifat ketentativan ilmu pengetahuan, guru tidaklah mungkin dapat mengajarkan semua konten dalam ilmu pengetahuan. Siswa dalam keterbatasannya pun tidak mungkin dapat mengetahui semua fakta-fakta yang telah ditemukan oleh para ilmuwan. Oleh karena itu, hal yang paling rasional dapat dilakukan adalah siswa harus memahami metodologi kerja sains dan memiliki keterampilan dalam kerja ilmiah atau keterampilan proses sains. Dengan hal itu, siswa memiliki kompetensi untuk dapat mengembangkan sendiri pengetahuannya. Pada suatu saat, siswa mungkin saja dapat memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Keterampilan proses sains dapat dikatakan sebagai kompetensi yang bersifat generik. Keterampilan proses sains memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan ilmu pengetahuan.  Dalam hal ini, kemampuan keterampilan proses sains dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan siswa. Membiasakan siswa belajar melalui proses kerja ilmiah, selain dapat melatih detail keterampilan ilmiah dan kerja sistematis, dapat pula membentuk pola berpikir siswa secara ilmiah. Dengan demikian, pengembangan keterampilan proses sains dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan berpikir siswa (high order of thinking).

Oleh karena itu, dalam konteks pembelajaran sains pun harus dirancang sebagaimana desain tiga dimensi sains yaitu konten/produk pengetahuan, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Dalam hal ini, pembelajaran sains haruslah mengintegrasikan antara pembelajaran keterampilan kerja ilmiah sebagai proses penemuan dan pembentukan pengetahuan, pembelajaran konsep dasar pengetahuan sains sebagai konten/produk sains, dan pembelajaran sikap ilmiah. Oleh karena pembentukan pengetahuan sains diawali dari proses yang ilmiah, maka pembelajaran sains pun harus diletakkan dan ditekankan lebih awal pada kemampuan keterampilan proses sains siswa. Dengan demikian, perkembangan kemampuan keterampilan proses siswa memiliki peran yang sama penting dan terintegrasi dengan penguasaan pengetahuan sains dan sikap ilmiah.

Menurut Rezba (1999), pengajaran dan pengukuran keterampilan proses dapat dilakukan pada seluruh tingkatan kelas. Perbedaan materi dan tingkat kerumitan, metode dan sistem pengukuran dapat disesuaikan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Kemampuan siswa menggunakan proses sains akan berkembang seiring dengan berkembangnya pengalaman belajar dan tingkatan kelas atau tingkat kognitif siswa secara biopsikologis. Penilaian terhadap kemampuan keterampilan proses sains, dapat memberikan infromasi data status pencapaian keterampilan siswa. Hasil tersebut, dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan keterampilan proses selanjutnya serta instrument refleksi terhadap perencanaan dan proses pembelajaran. Dengan demikian, pentingnya keterampilan proses sains merupakan dasar dalam pembentukan pengetahuan sains bagi siswa dan akan digunakan siswa dalam setiap sisi kehidupannya di masa depan.

2. Komponen Penilaian Keterampilan Proses Sains
Metode ilmiah merupakan dasar dari pembentukan pengetahuan dalam sains. Metode ilmiah dapat diartikan sebagai cara untuk bertanya dan menjawab pertanyaan ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan eksperimen. Menurut Hess (2007), terdapat enam langkah-langkah metode ilmiah, yaitu:
  1. Mengajukan pertanyaan atau merumuskan masalah
  2. Membuat latar belakang penelitian atau melakukan observasi
  3. Menyusun hipotesis
  4. Menguji hipotesis melalui percobaan
  5. Menganalisa data dan membuat kesimpulan
  6. Mengkomunikasikan hasil
Dalam pembelajaran sains, keenam langkah-langkah metode ilmiah tersebut dikembangkan dan dijabarkan menjadi sebuah keterampilan proses sains yang dapat diajarkan dan dilatihkan kepada siswa. Menurut Wetzel (2008),  keterampilan proses sains merupakan dasar dari pemecahan masalah dalam sains dan metode  ilmiah. Keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu.

Keterampilan proses dasar
Menurut Rezba (1999) dan Wetzel (2008), keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:
  1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.
  2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek
  3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.
  4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan.
  5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.
  6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.
Menurut Rezba (1999), keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks.
Keterampilan proses sains dapat meletakkan dasar logika untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa bahkan pada siswa di kelas awal  tingkat sekolah dasar. Di kelas awal, siswa lebih banyak menggunakan keterampilan proses sains yang mudah seperti pengamatan dan komunikasi, namun seiring perkembangannya mereka dapat menggunakan keterampilan proses sains yang kompleks seperti inferensi dan prediksi (Rezba, 1999). 
        
Keterampilan proses terpadu
Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Menurut Weztel (2008), Keterampilan proses terpadu meliputi:
  1. merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan.
  2. mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan
  3. membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati.
  4. percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data
  5. interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan.
Keterampian proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan keterampilan proses sains yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

3. Pelaksanaan Penilaian Keterampilan Proses Sains
Penilaian merupakan tahapan penting dalam proses pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran sains dapat dimaknai sebagai membawa konten, proses sains dan sikap ilmiah secara bersama-sama. Penilaian dilakukan terutama untuk menilai kemajuan siswa dalam pencapaian keterampilan proses sains.
Menurut Smith dan Welliver, pelaksanaan penilaian keterampilan proses dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, diantaranya:
  1. Pretes dan postes.  Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal tahun sekolah. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari masing-masing siswa dalam keterampilan yang telah diidentifikasi. Pada akhir tahun sekolah, guru melaksanakan tes kembali untuk mengetahui perkembangan skor siswa setelah mengikuti pembelajaran sains.
  2. Diagnostik. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal tahun ajaran. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan pada bagian mana siswa memerlukan bantuan dengan keterampilan proses. Kemudian guru merencanakan pelajaran dan kegiatan laboratorium yang dirancang untuk mengatasi kekurangan siswa.
  3. Penempatan kelas. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai salah satu kriteria dalam penempatan kelas. Misalnya, criteria untuk memasuki kelas akselerasi, kelas sains atau kelas unggulan.
  4. Pemilihan kompetisis siswa. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai kriteria utama dalam pemilihan siswa yang akan ikut dalam lomba-lomba sains. Jika siswa memiliki skor tes tinggi, maka dia akan dapat mengikuti lomba sains dengan baik.
  5. Bimbingan karir. Biasanya para peneliti melakukan uji coba menggunakan penilaian keterampilan proses sains untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki potensi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dibina.
Penilaian keterampilan proses sains dilakukan dengan menggunakan instrumen yang disesuaikan dengan materi  dan tingkat perkembangan siswa atau tingkatan kelas (Rezba, 1999). Oleh karena itu, penyusunan instrumen penilaian harus direncanakan secara cermat sebelum digunakan.  Menurut Widodo (2009), penyusunan instrumen untuk penilaian terhadap keterampilan proses siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasikan jenis keterampilan proses sains yang akan dinilai.
  2. Merumuskan indikator untuk setiap jenis keterampilan proses sains.
  3. Menentukan dengan cara bagaimana keterampilan proses sains tersebut diukur (misalnya apakah tes unjuk kerja, tes tulis, ataukah tes lisan).
  4. Membuat kisi-kisi instrumen.
  5. Mengembangkan instrumen pengukuran keterampilan proses sains berdasarkan kisi-kisi yang dibuat. Pada saat ini perlu mempertimbangkan konteks dalam item tes keterampilan proses sains dan tingkatan keterampilan proses sains (objek tes)
  6. Melakukan validasi instrumen.
  7. Melakukan ujicoba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris.
  8. Perbaikan butir-butir yang belum valid.
  9. Terapkan sebagai instrumen penilaian keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains.
Pada langkah-langkah penyusunan instrument di atas, pencarian validitas dan reabilitas empiris terutama dilakukan untuk penilaian keterampilan proses sains yang beresiko tinggi. Penilaian yang beresiko tinggi yang dimaksud adalah penilaian dalam penelitian, penilaian dalam skala besar atau penilaian untuk tujuan tertentu.

Pengukuran terhadap keterampilan proses siswa, dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen tertulis. Pelaksanaan pengukuran dapat dilakukan secara tes (paper and pencil test) dan bukan tes. Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis (paper and pencil test). Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Menurut Bajah (2000), penilaian dalam keterampilan proses agak sulit dilakukan melalui tes tertulis dibandingkan dengan teknik observasi. Namun demikian, menggunakan kombinasi kedua teknik penilaian tersebut dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap keterampilan proses sains.

Penilaian keterampilan proses melalui tes tertulis
Penilaian secara tertulis terhadap keterampilan proses sains dapat dilakukan dalam bentuk essai dan pilihan ganda . Pertanyaan yang disusun dalam bentuk pertanyaan konvergen  dan pertanyaan divergen. Penilaian dalam bentuk essai memerlukan jawaban yang berupa pembahasan atau uraian kata-kata. Jawaban yang dituliskan oleh siswa akan lebih bersifat subjektif, yang berarti menggambarkan pemahaman yang lebih indiviualistik.
Sebuah contoh konstruksi instrument penilaian secara tertulis dalam bentuk tes essai, sebagai berikut:
Sebuah percobaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh air terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Setelah dilakukan pengukuran dalam selama tujuh hari, diperoleh data sebagai berikut:
Hari Ke-
Tinggi tanaman (cm)
Disiram air setiap hari
Tidak disiram air
1
5
5
2
7
6
3
8,5
6,5
4
11
6,9
5
12,8
7,2
6
14
7,3
7
15,9
7,3
Pertanyaan:
  1. Tuliskan rumusan masalah pada percobaan di atas! (skor 2)
             ________________________________________________________
  1. Buatlah kesimpulan berdasarkan data hasil percobaan di atas! (skor 2)
              ________________________________________________________
Pengukuran keterampilan proses yang dilakukan melakui tes yang dikontruksi dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, kemungkinan jawaban atas pertanyaan sudah disiapkan dan biasanya terdiri atas empat atau lima pilihan. Penilaian yang diperoleh dengan menggunakan pilihan jawaban dapat memberikan hasil yang lebih obyektif, sebab jawaban atas masalah yang ada telah ditetapkan.  Menurut Arikunto (2009), penilaian dalam bentuk pilihan ganda, lebih representative mewakili isi dan luas bahan atau materi. Selain itu, dalam proses pemeriksaan dapat terhindar dari unsur-unsur subjektivitas. Namun demikian, penggunaan penilaian model ini, cenderung mengungkapkan daya pengenalan kembali dan banyak memberi peluang tebakan. Hasil yang diperoleh pun dapat berbeda dengan kondisi siswa yang sesungguhnya.
Smith dan Welliver telah mengembangkan instrumen penilaian untuk mengukur keterampilan proses sains bagi siswa sekolah dasar dan sekolah menengah. Instrumen tes tertulis disusun dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda. Untuk menjawab soal ini, siswa terlibat dalam pemecahan masalah dan mengharuskan menerapkan keterampilan proses yang tepat untuk setiap pertanyaan.

Penilaian keterampilan proses melalui bukan tes
Penilaian melalui keterampilan proses sains melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Pengamatan dalam penilaian ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Selama proses kegiatan pembelajaran sains dilaksanakan, guru dapat melakukan penilaian dengan mengamati perilaku siswa secara langsung dalam menunjukkan kemampuan keterampilan proses sains yang dimiliki. Selain itu, hasil-hasil pekerjaan tugas siswa atau produk hasil belajar siswa juga dapat diamati untuk menilai keterampilan proses siswa secara integrative.
Menurut Sumiati dan Asra (2008), Arikunto (2009) dan Widyatiningtyas (2010), penilaian keterampilan proses dengan melalui bukan tes diperlukan lembar pengamatan yang lebih rinci untuk menilai perilaku yang diharapkan. Lembar pengamatan ini dapat berupa rubrik, daftar chek atau skala bertingkat. Menilai siswa dengan menggunakan rubrik, dapat mendeterminasikan kemampuan siswa berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Rubrik penilaian memuat kriteria esensial  terhadap tugas atau standar keterampilan proses sains serta level unjuk kerja yang tepat terhadap setiap kriteria.
Sebuah contoh rubrik penilaian untuk mengukur kegiatan percobaan laboratorium dapat disajikan, sebagai berikut:
Tabel 1. Rubrik Percobaan Laboratorium
Kriteria
Skor
4
(sangat baik)
3
(baik)
2
(cukup)
1
(kurang)
Tujuan percobaan
Mengidentifikasi tujuan dan cirri khusus
Mengidentifikasi tujuan
Mengidentifikasi sebagian tujuan
Salah mengidentifikasi tujuan
Alat dan Bahan
Melist semua alat dan bahan
Melist semua bahan
Melist beberapa bahan
Salah melist bahan
Hypotesis
Memprediksi dengan benar fakta dan membuat hipotesis
Memprediksi dengan benar fakta
Memprediksi dengan beberapa fakta
Menebak-nebak
Prosedur
Melist semua tahap dan detail-detail khusus
Melist semua tahap
Melist beberapa tahap
Salah melist tahap
Hasil
Data direkam, diorganisir, dan digrafiskan
Data direkam, diorganisir
Data direkam
Hasil salah atau tidak betul
Simpulan
Tampak memahami konsep dan membuat hipotesis baru untuk aplikasi pada situasi lain.
Tampak memahami konsep yang telah dipelajari
Tampak memahami beberapa konsep
Tidak ada kesimpulan atau tampak miskonsepsi

Sebagaimana pada contoh di atas, sebuah rubric memuat dua komponen, yaitu kriteria dan level unjuk kerja (performance). Pada setiap rubrik terdiri atas minimal dua criteria dan dua level unjuk kerja. Criteria biasanya ditempatkan pada kolom paling kiri, sedangkan level unjuk kerja ditempatkan pada baris paling atas dalam tabel rubrik. Untuk memudahkan dalam penggunaannya, level unjuk kerja terdiri atas level kuantitatif berupa angka (1, 2, 3, dan 4) dan level kualitatif.

Dalam rubrik biasanya juga disertai dengan deskriptor. Dekriptor menyatakan harapan kondisi siswa pada setiap level unjuk kerja untuk setiap criteria. Pada contoh rubrik, dapat dilihat adanya perbedaan diskriptor antara tujuan kegiatan yang dirumuskan dengan sangat baik dan tujuan kegiatan yang dirumuskan dengan baik. Pada descriptor, siswa dapat melihat syarat unjuk kerja untuk mencapai sebuah level kriteria. Bagi guru, descriptor dapat membantu guru untuk memberikan penilaian secara konsisten pada hasil kerja siswa.

Dalam implementasinya, penilaian melalui observasi dengan menggunakan rubrik penilaian memiliki beberapa keunggulan. Ketika rubrik penilaian ini dikomunikasikan kepada siswa di awal pembelajaran, ekspektasi terhadap pencapaian level keterampilan proses dapat diidentifikasikan dan dipahami secara baik oleh siswa. Observasi dapat menghasilkan penilaian yang konsisten dan obyektif. Selain itu, hasil penilaian dapat menghasilkan umpan balik (feedback) yang lebih baik. Hasil penilaian dapat menunjukkan level khusus performans siswa selanjutnya yang harus dicapai oleh siswa. Dalam hal ini, guru dan siswa dapat mengetahui secara pasti, area kebutuhan siswa yang perlu pengembangan.

Dengan demikian, perihal rencana penilaian yang dilakukan untuk mengukur keterampilan proses sains dapat dikomunikasikan secara pasti kepada siswa sebelum pelaksanaan pembelajaran. Siswa sebagai subyek pembelajaran dapat menentukan target yang harus dicapai selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian pun dapat mencapai tujuan sebagaimana mestinya.

Waktu dan Subjek Penilaian
Selain perihal instrumen penilaian yang penting dirumuskan sebagai bagian terintegrasi dari rencana penilaian pembelajaran, waktu dan subyek penilaian juga harus direncanakan. Pelaksanaan penilaian keterampilan proses sains, dapat dilakukan di awal pembelajaran sebagai pretes, di akhir pembelajaran sebagai postes, atau selama pelaksanaan pembelajaran sebagai penilaian proses (on going assessment)

Waktu pelaksanaan penilaian ini bersifat relative, dan sangat ditentukan oleh aspek keterampilan proses sains yang diukur dan tujuan penilaian itu sendiri. Jika penilaian dimaksudkan untuk melihat kemajuan perkembangan keterampilan proses sains yang dicapai siswa selama pembelajaran, maka penilaian dapat dilakukan dengan cara pretes/postes. Sedangkan penilaian keterampilan proses yang dimaksudkan untuk mengukur secara langsung detail-detail pencapaian keterampilan proses sains, maka penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi atau rubrik penilaian.

Perihal subyek penilaian dalam keterampilan proses sains juga dapat disesuaikan dengan tujuan penilaian dilakukan. Pelaksanaan penilaian keterampilan proses sains dapat dilakukan dalam bentuk tiga arah yaitu penilaian guru, penilaian sebaya dan penilaian diri. Keterampilan proses sains umumnya dilakukan penilaiannya oleh guru pengampuh mata pelajaran. Dalam hal ini, penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh guru. Namun, untuk tujuan tertentu penilaian keterampilan proses sains dapat melibatkan siswa sebagai subyek penilaian.

Penilaian yang melibatkan siswa terhadap siswa lain dapat dilakukan dalam sebuah kelompok. Selama proses belajar berlansung, siswa bekerja dalam kelompok untuk sebuah percobaan. Keberadaan siswa dalam kelompok, tentu memiliki peran tersendiri sehingga masing-masing memberikan konstribusi sebagai tim. Aktivitas siswa selama bekerja dalam kelompok dan kontribusinya dalam mendukung hasil kerja dapat dirasakan dan diamati secara persis oleh setiap anggota kelompok. Dalam situasi ini, penilaian teman sebaya dapat digunakan sebagai data pembanding yang dapat diekuilibrasikan dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru. penilaian dengan melibatkan teman kelompok, dapat memberikan efek positif dalam perkembangan sikap ilmiah siswa. Secara korelasional hal ini diharapkan dapat meningkatkan peran siswa dalam kelompok sehingga berpengaruh kepada perkembangan keterampilan proses sains siswa.

Sementara itu, penilaian keterampilan proses sains yang melibatkan siswa dalam menilai dirinya dapat digunakan untuk memberikan bahan refleksi langsung bagi siswa. Dalam proses ini, siswa akan mengevaluasi kemampuan yang telah dicapainya, dan secara sportif memberikan pengakuan terhadap diri sendiri. Proses ini memiliki dampak psikologis yang diharapkan dapat memicu motivasi intrinsik siswa untuk terus mengembangkan keterampilan proses sains yang telah dicapai. Namun demikian, penilaian keterampilan proses sains yang melibatkan siswa hanya dapat dilakukan secara sinergis dan optimal jika instrumen penilaian disiapkan dengan kriteria yang jelas dan telah ditetapkan guru.

PENILAIAN DIRI DAN REFLEKSI DIRI DALAM KIMIA



PENILAIAN DIRI DAN REFLEKSI DIRI DALAM KIMIA
Hampir semua siswa menerima penilaian dari guru. Jika hal ini merupakan penilaian yang dilakukan secara serius, maka guru memiliki keterbatasan diri dalam pemberian penilaian. Keterbatasan guru yang disebutkan ini dimulai dengan melakukan sendiri, menilai sendiri, dan merefleksi sendiri. Guru siap melakukan cara-cara baru yang lebih sistimatik terhadap penilaian diri. Guru melakukan perbedaan diantara siswa yang akan membuat relatif penampilan kemampuan dalam hidup guru. Tetapi guru dapat menawarkan diri secara konsistensi dan kontinuitas terhadap penilaian diri. Guru memiliki waktu untuk menginvestasi di kelas sehingga alat penilaian diri dapat menambah lebih besar pengembalian investasi ini. Tujuan penilaian diri tidak dapat membebaskan penilaian guru, tetapi melengkapi dan menambah usaha guru untuk melakukan penilaian diri. Apabila pembelajaran sedang berlangsung, maka praktek penilaian diri berfungsi sebagai pemberi suatu kerangka pemahaman diri bagi guru dan siswa.

1.        DEFINISI PENILAIAN DIRI
Penilaian diri merupakan suatu metode penilaian yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengambil tanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri. Mereka diberi kesempatan untuk menilai pekerjaan dan kemampuan mereka sesuai dengan pengalaman yang mereka rasakan.Reys, Suydam, linguist, & Smith (1998) mengatakan bahwa siswa merupakan penilai yang baik (the best assessor) terhadap perasaan dan pekerjaan mereka sendiri. Oleh karena itu, guru dapat memulai proses penilaian diri dengan kesempatan siswa untuk melakukan validasi pemikiran mereka sendiri atau jawaban-jawaban hasil pekerjaan mereka.
Siswa perlu memeriksa pekerjaan mereka dan memikirkan tentang apa yang terbaik untuk dilakukan dan area mana mereka perlu dibantu. Untuk menuntun siswa dalam memahami proses penilaian diri, guru perlu melengkapi mereka dengan lembaran self-assessment.Penilaian diri dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri siswa karena penilai yang tahu persis tentang diri siswa adalah siswa sendiri dan siswa menjadi penilai yang terbaik atas hasil pekerjaannya sendiri.
Selama ini penilaian keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran pada umumnya dilakukan oleh guru, sedangkan siswa menjadi obyek penilaian. Sehingga informasi yang diperoleh belum menunjukkan gambaran yang sesungguhnya tentang siswa. Sebagai contoh, seorang guru memberi nilai rendah pada siswanya yang suka mengganggu temannya pada saat guru mengajar. Disini guru memberikan keputusan bukan berdasarkan kemampuan siswa itu sendiri, tetapi hanya berdasarkan perilaku siswa yang dilihat guru secara kasat mata saja, padahal guru belum mengetahui secara jelas apa atau mengapa siswa tersebut menggangu temannya.

2.        CIRI PENILAIAN DIRI
·           Termotivasi sendiri: Adanya komitmen kepala sekolah: Bila PDK dipersepsi sebagai bagian dari perencanaan sekolah, maka pimpinan sekolah, staf dan guru-guru serta siswa akan sungguh-sungguh melaksanakan PDK. Sebaliknya, bila pimpinan sekolah tidak meyakini manfaat PDK, mustahil kegiatan PDK akan berjalan dengan baik.
·           Tersosialisasi dengan baik: Pentingnya penyelenggaraan PDK harus diyakini oleh semua pengelola sekolah karena PDK menyangkut kinerja sekolah. Bila tersosialisasikan dengan baik, semua pihak akan mendukung pelaksanaan PDK, sehingga data yang terkumpul diharapkan dapat diolah secara cermat dan hasilnya mampu melakukan perbaikan kegiatan PBM.
·           Berlangsung sinambung: PDK disadari sebagai bagian dari manajemen sekolah yang berlangsung secara berkesinambungan dalam kerangka pengelolaan kegiatan PBM yang bermutu dan peningkatan mutu sekolah.
·           Transparansi: Pengungkapan hasil PDK dimungkinkan terjadi mekanisme cross-check bagi data yang dikumpulkan. Trasnparasi dapat dicapai bilamana semua pihak merasa perlu mengenali diri sendiri sebelum merencanakan kegiatan di masa datang.

3.        PENILAIAN BERBASIS KELAS
Kemampuan guru melaksanakan penilaian diri terhadap hasil mengajarnya dan kemampuan siswa menerima penilaian diri terhadap hasil belajarnya sangat bergantung pada pemahaman dan keterampilan menggunakan penilaian berbasis kelas (PBK). PBK didasarkan dua pertanyaan fundamental, yaitu: (1) bagaimana siswa memperoleh hasil belajar lebih tinggi dan (2) bagaimana guru mengajar lebih efektif
PBK adalah salah satu bentuk KBM yang berfokus pada penilaian program KBM di kelas dengan melibatkan guru dan siswa. Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam PBK: (1) pedekatan pertama adalah bagaimana pengajaran dan pembelajaran di kelas; dan (2) pendekatan kedua adalah bagaimana teknik penilaiannya. Pendekatan pengajaran dan pembelajaran adalah suatu cara yang dikembangkan oleh guru tentang apa dan bagaimana guru mengajar dan siswa belajar. Guru merencanakan kegiatan mengajar dan belajar secara maksimal agar transformasi kemampuan dan keterampilan serta nilai-nilai dapat diterima oleh siswa secara maksimal pula. Pendekatan penilaian adalah sejumlah teknik penilaian yang dapat digunakan oleh guru untuk mendapatkan informasi hasil belajar tentang sejauh mana kemampuan, keterampilan dan nilai pada diri individu dan atau kelompok siswa telah tercapai. Misalnya, informasi hasil belajar siswa menggunakan PBK dengan teknik portefolio, kinerja, projek, produk, dan “paper and pencil”. Informasi hasil belajar tersebut dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru dan siswa dalam memperbaiki KBM di kelas.
TPK perlu direncanakan dan disiapkan waktu oleh guru dan siswa sekitar lima sampai sepuluh menit untuk melakukan TPK. Lebih kurang satu jam waktu di luar kelas untuk melakukan penilaian dan keputusan dengan cepat apakah TPK yang digunakan lebih tepat. Proses ini mulai dengan melibatkan tiga langkah kecil:
·         Langkah 1: Perencanaan
Seleksi satu kelas dari beberapa kelas dimana guru melakukan penilaian kelas. Guru menentukan pertemuan kelas dan seleksi TPK yang tepat.
·         Langlah 2. Penerapan
Guru membuat yakin pada siswa apakah guru sedang melakukan TPK dan siswa secara jelas memahami proses TPK. Guru mengoleksi jawaban dan menganalisis dengan cepat apa response siswa.

·         Langkah 3: Tanggapan
Guru menyediakan waktu menilai, dan memotivasi siswa untuk dilibatkan secara aktif dalam pemberian umpan balik hasil. Guru mengetahui hasil belajar siswa karena TPK, sehingga perbedaan informasi hasil belajar diantara siswa dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Ø  Karakteristik Penilaian Kelas
·      Pusat belajar. Penilaian kelas berfokus perhatian guru dan siswa pada pengamatan dan perbaikan belajar, dari pada pengamatan dan perbaikan mengajar. Penilaian kelas memberi informasi dan petunjuk bagi guru dan siswa dalam membuat pertimbangan untuk memperbaiki hasil belajar.
·      Partisipasi aktif siswa. Karena difokuskan pada belajar, maka penilaian kelas memerlukan partisipasi aktif siswa. Kerjasama dalam penilaian, siswa memperkuat penilaian materi mata pelajaran dan skill dirinya. Guru memotivasi siswa agar meningkat dengan tiga pertanyaan bagi guru: (1) apakah kemampuan dasar dan pengetahuan saya sudah tepat untuk mengajar?; (2) bagaimana saya dapat menemukan bahwa siswa sedang belajar?; (3) bagaimana saya dapat membantu siswa belajar lebih baik? Karena guru bekerja lebih dekat dengan siswa untuk menjawab pertanyaan ini, maka guru dapat memperbaiki skill mengajarnya.
·      Formatif. Tujuan penilaian kelas adalah untuk memperbaiki mutu belajar siswa. Penilaian bukan hanya untuk memberi nilai atau skor (grading) siswa, tetapi juga untuk mendapatkan informasi bagi perbaikan mutu belajar siswa.
·      Kontekstual spesifik. Pelaksanaan penilaian kelas adalah jawaban terhadap kebutuhan khusus bagi guru dan siswa. Kebutuhan khusus berada dalam kontekstual guru dan siswa yang harus bekerja dengan baik dalam kelas.
·      Umpan balik. Penilaian kelas adalah suatu alur proses umpan balik (feedback loop) di kelas. Dengan sejumlah TPK, guru dan siswa dengan cepat dan mudah menggunakan umpan balik dan melakukan saran perbaikan belajar berdasarkan hasil-hasil penilaian. Untuk mengecek pemanfaatan saran tersebut, pimpinan sekolah menggunakan hasil penilaian kelas, dan melanjutkan pengecekan alur umpan balik. Karena pendekatan umpan balik ini dalam kegiatan di kelas setiap hari, maka komunikasi alur hubungan antara pimpinan sekolah, guru dan siswa dalam KBM akan menjadi lebih efisien dan lebih efektif.
·      Berakar dalam praktek mengajar yang baik. Penilaian kelas adalah suatu usaha untuk membangun praktek mengajar yang lebih baik dengan melakukan umpan balik pada pembelajaran siswa lebih sistimatik, lebih fleksibel, dan lebih efektif. Guru siap menanyakan dan mereaksi pertanyaan siswa, memonitor bahasa badan dan ekspresi wajah siswa, mengerjakan pekerjaan rumah dan tes siswa, dan seterusnya. Penilaian kelas memberi suatu cara untuk melakukan penilaian secara menyeluruh dan sistimatik dalam proses KBM di kelas.




Ø  Teknik Penilaian Kelas
Penerapan TPK dilakukan sesuai dengan jenis dan bentuk penilaian yang digunakan di kelas. Ha-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
·      Guru memahami lebih awal pembelajaran siswa dan guru mampu menerapkan pengajaran yang tepat sehingga TPK dapat dilaksanakan;
·      Guru menjelaskan tujuan kegiatan pembelajaran siswa dan mampu menerapkannya sehingga TPK dapat dilaksanakan;
·      Guru menentukan kompetensi siswa sehingga TPK digunakan berdasarkan kompetensi siswa tersebut;
·      Guru memilih TPK yang tepat untuk memberikan umpan balik perbaikan pengajaran bagi guru dan pembelajaran bagi siswa;
·      Guru memilih gaya pengajaran secara konsisten sehingga dapat diterapkan dengan mudah dan jelas TPK;
·      Guru dan siswa mampu menggunakan informasi hasil belajar siswa secara maksimal melalui TPK;
·      Guru dan siswa menelaah hasil TPK dan menentukan apakah terdapat perubahan;
·      Siswa perlu mengetahui TPK yang digunakan di kelas.

Ø  Fungsi Teknik Penilaian Kelas

Untuk penggunaan di kelas/sekolah:
·      Memberi umpan balik pada program jangka pendek yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan proses belajar dan oleh guru dalam kegiatan proses mengajar sehingga masih memungkinkan untuk membuat koreksi hasil penilaian;
·      Memberi kegunaan hasil tentang pembelajaran siswa dengan keterlibatan siswa secara maksimal dibandingkan dengan tujuan penilaian lain;
·      Membantu untuk mengarahkan laporan lebih bagus dan menaikkan efficacy pembelajaran dan pengajaran;
·      Mendorong pengajaran sebagai proses penilaian formatif yang melibatkan banyak waktu untuk melakukan umpan balik perbaikan hasil siswa.

Untuk penggunaan siswa:
·      Membantu siswa untuk memonitor pembelajaran dirinya yang lebih baik;
·      Menitik beratkan pada kebutuhan perubahan kemampuan, keterampilan dan nilai;
·      Memberi bukti kongkrit pada guru dan siswa dalam menangani pengajaran dan pembelajaran.

Untuk penggunaan orang tua siswa
·      Membantu orang tua siswa untuk mengetahui kelemahan dan ranking anaknya;
·      Mendorong orang tua siswa untuk melakukan bimbingan kepada anaknya;
·      Melibatkan orang tua siswa untuk melakukan diskusi dengan guru/sekolah dalam hal perbaikan kelemahan siswa.

4.        STRATEGI PENILAIAN DIRI
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.Sehubungan dengan penilaian diri siswa dalam kelas agar dapat memberi manfaat bagi guru maupun siswa, dapat diidentifikasi 4 strategi yang dapat digunakan yaitu:
1. Modeling using exemplars
Strategi ini merupakan suatu teknik yang sangat bermanfaat untuk membangun ketrampilan penilaian diri siswa. Teknik tersebut meliputi penggunaan suatu contoh bagian pekerjaan untuk membantu siswa menilai diri mereka sendiri, dan dapat dilakukan dengan beberapa tahap yang berbeda sepanjang proses pembelajaran, yakni:
a.       Menunjukan pada siswa contoh bagian pekerjaan dan membandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
b.      Menggunakan model sebagai petunjuk untuk mengembangkan, memperbaiki, dan memodifikasi pekerjaan siswa.
c.       Menggunakan model sebagai pembanding pekerjaan siswa.
2. Questioning skills
Strategi ini merupakan bagian dari proses untuk mendorong siswa terpikir pada semua tingkatan berpikir, mulai dari pengetahuan dasar sampai evaluasi dan penilaian secara analisis
3. Grafhic organizers
Strategi ini merupakan salah satu teknik untuk membantu siswa menjadi mahir dan cakap dalam merefleksikan pekerjaan mereka.
4. Reflection as a process for closing the learning gap
Strategi ini merupakan suatu proses untuk mengatasi kesenjangan belajar. Sedangkan keterampilan untuk mengatasi kesenjangan belajar memerlukan pemahaman yang jelas tentang tujuan pembelajaran dan kriteria sukses.

Menurut Paul Black dan Dylan Wiliam (1998), ada hal-hal yang harus dilakukan guru untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam melakukan penilaian diri. mereka menganjurkan kepada guru untuk membagikan kriteria pada siswa dan tujuan belajar yang jelas (hasil belajar/intensi)

5.        MANFAAT PENILAIAN DIRI
Penilaian diri dapat memberikan beberapa manfaat baik bagi siswa maupun bagi guru itu sendiri.
Keuntungan bagi siswa yaitu:
·         Siswa menjadi bertanggung jawab terhadap belajarnya sendiri
·         Siswa dapat menetapkan langkah – langkah berikutnya dalam belajar.
·         Siswa merasa aman tentang sesuatu yang tidak benar.
·         Meningkatkan harga diri siswa dan menjadi sesuatu yang positif
·         Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
·         Siswa menjadi lebih bebas dan termotivasi.


Keuntungan bagi guru yaitu:
·         Ada suatu pergesaran tanggung jawab dari guru ke siswa
·         Pelajaran lebih efisisen jika para siswa termotivasi dan mandiri
·         Umpan balik membantu guru mengidentifikasi kemajuan siswa
·         Guru dapat mengidentifikasi langkah – langkah berikutnya untuk suatu grup/ individu.
·         Terjadi persepsi antara siswa dan guru, siswa menjelaskan strategimaka guru mengidentifikasi proses berfikir
·         Pelajaran lebih efisien membolehkan tantangan lebih besar

B.     REFLEKSI DIRI
Refleksi diri adalah kemampuan manusia untuk melakukan introspeksi dan kemauan untuk belajar lebih dalam mengenai sifat dasar manusia, tujuan dan esensi hidup.Refleksi diri meliputi proses pengujian, pengolahan terhadap nilai-nilai, keyakinan pribadi, dan pengalaman (Morin, 2002).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anantasari (2010), ada beberapa manfaat yang bias diperoleh dari refleksi diri yaitu lebih dapat mengenali dan memahami diri sendiri baik dari segi karakter maupun kecenderungan perilaku, mendapatkan pemahaman baru tentang suatuhal/peristiwa dari kacamata pandang negative menjadi positif, mampu menemukan hambatan-hambatan pribadi yang selama ini tidak disadari, dapat menarik hikmah atau mendapatkan pembelajaran kehidupan, mendapatkan motivasi untuk mencoba sesuatu yang lebih baik dan dapat memunculkan ide atau insight, serta mengingatkan diri pada Pencipta.
Dalam pembahasan refleksi proses dan asesmen dapat ada 4 point utama, yaitu kriteria keberhasilan proses dan hasil belajar, evaluasi diri terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan, faktor penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan dalam pembelajaran, dan upaya optimalisasi proses dan hasil belajar.
1.        KRITERIA KEBERHASILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR
Secara umum asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunkan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa yang menyangkut kurikulum, program pembelajaran, dan kebijakan – kebijakan sekolah. Dalam pelaksanaan pembelajaran, Guru perlu melakukan asesmen untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa, baik selama maupun setelah siswa mengikuti pembelajaran.
Pengertian keberhasilan proses belajar adalah keberhasilan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran berlangsung, Guru dapat mengetahui siswa yang aktif, siswa yang bekerjasama dengan temannya, dan siswa yang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat. Keberhasilan proses belajar siswa ditunjukkan oleh kinerja siswa selama mengikuti pembelajaran. Untuk mengetahui informasi mengenai keberhasilan proses keberhasilan siswa dapat menggunakan cara, misalnya mengamati keakifan siswa dalam bekerjasama atau wawancara tentang kesuitan – kesulitan yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran.
Disamping proses belajar, keberhasilan siswa dapat dilihat dari hasil belajarnya. Setelah proses pembelajaran berlangsung Guru dapat mengetahui apakah siswa telah memahami konsep tertentu, apakah siswa dapat melakukan sesuatu, apakah siswa memiliki keterampilan tertentu. Hasil belajar siswa dapat diklasifikasikan dalam tiga ranah (domain), yaitu (1) domain kognitif ; (2) domain afekif;  (3) domain psikomotor. Tingkat keberhasilan seperti sangat kurang, kurang, cukup, baik, sangat baik, adalah contoh tingkatan yang dapat digunakan untuk menilai hasil kinerja siswa.

Kompetensi, Indikator dan Kriteria Penelitian
Tentukan bentuk dan jumlah bukti /
informasi yang harus
Melalui kombinasi cara berikut:
Bukti kinerja dari:
·         Pengamatan di tempat kegiatan
·         Kumpulan contoh hasil
·         Simulasi

Bukti informasi dari hasil belajar sebelumnya
Bukti tambahan dari:
·         Pertanyaan lisan
·         Tulisan terbuka
·         Pilihan ganda
Keberhasilan
proses
Keberhasilan siswa selama mengikuti proses pembelajaran
hasil
Keberhasilan siswa selama mengikuti pembelajaran
Menetapkan penilaian yang digunakan
Menetapakan tingkat keberhasilan (proses dan hasil)
Menetapkan criteria keberhasilan siswa
 





























Langkah- langkah anaisis keberhasilan siswa
Berdasarkan tingkat keberhasilan (proses dan hasil) yang dibuat beserta kriterianya, dapat menetapkan ditingkat mana siswa berada. Misalnya,
Tingkat “sangat kurang” jika skor hasil tes siswa < 20
Tingkat “kurang” jika skor hasil tes siswa < 40
Tingkat “cukup” jika skor hasil tes siswa < 60
Tingkat “baik” jika skor hasil tes siswa < 80
Tingkat “sangat baik” jika skor hasil tes siswa > 80

2.        EVALUASI DIRI TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN YANG TELAH DILAKUKAN
Evaluasi diri adalah aktifitas menilai diri sendiri keberhasilan proses pengajaran yang dilakukan. Sebagai Guru, melakukan evaluasi diri merupakan akivitas yang penting karena ingin memperbaiki kualitas pengajaran dan tidak terlalu mengharapkan pada orang lain untuk mengamati proses pengajaran yang dilakukan. Hasil evaluasi diri digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya untuk menghasilkan perbaikan – perbaikan.
Dalam melakukan evaluasi diri prinsip yang hendaknya digunakan adalah kejujuran, kecermatan, dan kesungguhan. Evaluasi diri terhadap proses pembelajaran dapat mengetahui sesegera mungkin kelemahan – kelemahan yang dilakukan dalam melaksanakan pembelajaran yang merupakan kebutuhan setiap Guru dan sebaiknya menjadi tradisi untuk memperbaiki diri. Melatih diri untuk menilai sendiri hasil kerja merupakan upaya yang sangat bijaksana untuk memperoleh perbaikan dari waktu ke waktu.

Penyimpulan
Penjelasan
Pemaknaan
Analisis
Langkah- langkah evaluasi diri dapat dilakukan meliputi:


Dalam menilai keberhasilan belajar, membutuhkan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan berhasil atau tidaknya pengajaran. Informasi dimaksud dapat berupa hasil penilaian terhadap proses belajar siswa, hasil belajar siswa, hasil angket yang diberikan kepada siswa, atau hasil wawancara dengan siswa. Informasi berupa hasil pengukuran tersebut selanjutnya perlu dianalisis. Proses analisis dimulai dari menilai hasil – hasil pengukuran kemudian ditetapkan tingkat keberhasilan dari masing – masing aspek penilaian, menentukan kriteria keberhasilan, dan menetapkan berhasil atau tidaknya aspek – aspek yang dinilai tersebut.
Proses selanjutnya adalah memberi makna atas analisis yang dilakukan. Makna dapat diperoleh dari kegagalan proses dan hasil belajar siswa. Langkah selanjutnya adalah memberi penjelasan mengapa kegagalan tersebut bisa terjadi. Dari penjelasan tersebut Guru dapat memberikan kesimpulan – kesimpulan yang masuk akal. Kesimpulan dapat dikemukakan dalam bentuk identifikasi faktor - faktor penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan.
Misalkan Guru ingin melakukan evaluasi diri pada pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam evaluasi diri disamping mendasarkan diri pada hasil belajar siswa, juga perlu melengkapinya dengan respon siswa terhadap pembelajaran yang telah mereka ikuti. Pada contoh berikut disajikan cara melakukan evaluasi diri berdasarkan hasil belajar siswa dan respon siswa terhadap pembelajaran yang mereka ikuti:
No
Nama Siswa
Keaktifan
Hasil Penilaian
Tes Formatif
Tugas dan praktek
Hasil Penilaian
1
Sinta
35
Sangat aktif
90
90
baik
2
Mira
30
Akif
75
80
baik
3
Ridwan
15
Kurang aktif
40
60
K. Aktif
Rata Skor
26,6
Cukup aktif
68,3
76,6
Kurang baik

Dari hasil penilaian, dapat diketahui bahwa rata – rata keaktifan siswa cukup baik. Hasil belajar siswa dari skor tes formatif kurang baik dan hasil belajar dari tugas dan praktek cukup baik. Secara umum hasil belajar masing – masing siswa baik. Dari hasil belajar penilaian itu pila, dapat memberikan berbagai makna yang masuk akal. Dapat dimaknai bahwa walaupun keaktifan siswa sudah cukup baik namun hasil belajar masih belum baik. Untuk mendapatkan gambaran yang baik tentang kinerja pembelajaran yang dilakukan, dapat memperoleh informasi hasil belajar siswa dan respon siswa terhadap pembelajaran yang telah mereka ikuti.  Contoh hasil rekapitulasi respon siswa :
Guru dapat meminta siswa untuk merespon tentang
·         Sulit / tidaknya memahami perangkat pembelajaran yang ada dan penjelasan Guru
·         Senang / tidaknya selama mengikuti pembelajaran
·         Termotivasi / tidaknya siswa selama mengikuti pembelajaran
Angket respon siswa dapat disusun sehingga bersifat setengah terbuka, artinya selain memberikan jawaban ya atau tidak, siswa dapat memberikan penjelasan alasannya. Misalnya akan memberikan angket yang berisi 10 butir pertanyaan. Guru meminta siswa untuk memberikan respon mereka terhadap berbagai aspek pembelajaran yang diukur melalui 10 pertanyaan tersebut. Misalkan hasil rekapitulasi respon siswa adalah sebagai berikut:
Nomor Butir
Jenis respon
Positif
Netral/tak menjawab
Negatif
F
%
F
%
F
%
1
23
76
1
4
6
20
2
10
34
-
-
20
66
3
24
80
-
-
6
20
4
21
70
-
-
9
30
5
16
53
-
-
14
47
6
12
40
-
-
18
60
7
21
70
-
-
9
30
8
28
93
-
-
2
7
9
20
76
-
-
10
34
10
26
86
-
-
4
14
Rata – rata
21,26
60
0,14
1
8,60
39

Dari table diatas, dapat diketahui bahwa rata – rata persentase respon positif siswa sebesar 60%. Sementara itu 30% yang merespon kurang baik pada pembelajaran yang telah dilakukan. Secara umum pembelajaran yang dilakukan masih belum berhasil. Hal ini terlihat dari rata – rata hasil belajar yang kurang baik dan respon negatif siswa yang tinggi. Pada aspek yang sudah baik, perlu dipertahankan sedangkan pada aspek yang belum baik perlu dicari penyebabnya dan dilakukan upaya untuk memperbaikinya. Secara umum, ada korelasi positif antara hasil belajar proses dan hasil belajar produk. Karena itu, dengan meningkatkan kualitas kinerja siswa diharapkan akan meningkatkan pula hasil belajar siswa.

3.        FAKTOR PENYEBAB KEGAGALAN DAN PENDUKUNG KEBERHASILAN DALAM PEMBELAJARAN
Memperbaiki kualitas pembelajaran akan sulit dilakukan tanpa dapat diketahui penyebab kegagalan itu sendiri. Berdasarkan factor – faktor penyebab kegagalan yang berhasil diidentifikasi, Guru dapat merencanakan upaya perbaikan (remidi). Identifikasi factor – factor penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan dapat dilakukan sendiri melalui evaluasi diri, tetapi akan lebih teliti dan tajam apabila dikerjakan secara  bersama dengan Guru lain yang mengajar bidang study yang serumpun. Proses identifikasi penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan diri sendiri memiliki berbagai keterbatasan. Keterbatasan yang dimaksud adalah:
·           Kurang cermat dalam menganalisa hasil penilaian
·           Kurang tepat memaknai dan menjelaskan hasil – hasil peniaian itu
Oleh karena itu, kehadiran orag lain yang paham tentang pembelajaran akan sangat membantu dalam proses identifikasi factor – factor penyebab kegagalan dan factor pendukung keberhasilan tersebut. Kita memerlukan Guru lain untuk mencermati proses pembelaaran yang dilakukan, mendiskusikannnya, menemukan makna dan menjelaskannya. Misalkan ingin mengidentifikasi factor – factor penyebab penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan bedasarkan informasi yangdiperoleh dari:
·           Hasil belajar siswa (proses dan hasil)
·           Respon siswa
·           Hasil pengamatan terhadap terlaksananya pembelajaran
Contoh hasil Observasi Pelaksanaan pembelajaran:
Komponen Pengamatan
Hasil Pengamatan
Kurang
Cukup
Baik
1.       Penyampaian tujuan pembelajaran

X

2.       Pemberian motovasi belajar


X
3.       Penyampaian materi


X
4.       Pengorganisasian siswa dalam kelompok


X
5.       Penciptaan suasana belajar
X


6.       Pemberian bimbingan belajar
X


7.       Respon erhadap pertanyaan siswa

X

8.       Evaluasi pemahaman materi

X


4.        UPAYA OPTIMALISASI PROSES DAN HASIL BELAJAR
Sebagai Guru, senantiasa berupaya agar siswa mencapai keberhasilan belajar sesuai yang diharapkan. Dengan melakukan evaluasi secara cermat oleh diri sendiri akan diketahui apakah proses belajar siswa sudah optimal atau belum. Dari evaluasi diri akan dapat diidentifikasi factor penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan. Upaya – upaya opimalisasi dapat dilakukan berdasarkan diri pada hasil identifikasi factor prnyebab dan pendukung keberhasilan yang ditemukan. Dari factor – factor tersebut akan ditindak lanjuti dengan upaya – upaya mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa.
Upaya mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa tidak dapat dilepaskan dari upaya mengoptimalkan proses pembelajaran. Proses belajar yang optimal akan mengakibatkan hasil belajar yang optimal pula. Optimalisasi proses dan hasil mengacu pada berbagai upaya agar proses belajar dapat berlangsung dengan baik sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar sesuai yang diharapkan. Para siswa dapat belajar dengan penuh semangat, aktif dalam belajar, berani mengemukakan pendapat, mampu dan antusias dalam mengikuti pelajaran adalah beberapa indikasi dari proses belajar yang optimal.
Dalam praktek, betapapun baik kualitas pembelajaran yang dilakukan selalu saja ada aspek - aspek yang masih belum sesuai harapan. Biasanya, masih ada saja yang belajarnya masih belum tuntas. Oleh karena itu, optimalisasi proses dan hasil belajar diarahkan agar seluruh siswa dapat mencapai keberhasilan. Dengan kata lain, optimalisasi proses dan hasil belajar bertujuan untuk meminimalkan atau meniadakan siswa yang tidak berhasil, baik proses dan hasilnya.
No
Faktor Penyebab Kegagalan
Alternatif optimalisasi proses dan hasil
1
Kualitas LKS rendah
a)       Memperbaiki soal – soal yang sulit dipelajari siswa
b)       Menyederhanakan soal
2
Media pembelajaran yang digunakan tidak memadai
a)       Menyiapkan media yang diperlukan
b)       Mengganti dengan media yang releva
c)       Membuat media sendiri
3
Pengelolaan kelas kurang baik
a)       Memberikan arahan agar menjaga ketenangan dalam kelas
b)       Membuat kesepakatan dengan siswa

Setelah faktor – faktor penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan diidentifikasikan, maka kegiatan selanjutnya adalah mengidentifikasikan upaya – upaya apa saja yang mengoptimalkan proses dan hasil belajar. Kegiatan tindak lanjut dimulai dengan merancang dan mengajukan berbagai solusi alternatif berdasarkan faktor – faktor penyebab kegagalan an pendukung keberhasilan. Semua alternative solusi yang diajukan haruslah mengarah pada upaya menghilangkan penyebab kegagalan dan menguatkan pendukung keberhasilan belajar siswa. Upaya menghilangkan kegagalan dapat berupa perbaikan atas kegagalan yang telah dilakukan.
Dalam praktek ditemukan beberapa faktor penyebab kegagalan proses dan hasil belajar. Penyebabnya mungkin berasal dari strategi pembelajaran yang digunakan, perangkat pembelajaran, media, struktur tugas. Berikut contoh identifikasi optimalisasi proses dan hasil belajar:
Dengan mengajukanberbagai alternatif upaya opimalisasi proses dan hasil belajar melalui masing – masing faktor penyebab kegagalan akan membantu dalam memilih mana yang akan dipilih. Kesiapan siswa dan guru, kondisi lingkungan, ketersediaan media adalah beberapa aspek yang perlu dianggap optimal.